Yangon, NU Online
Utusan HAM PBB untuk Myanmar Yanghee Lee mendesak Bangladesh dan Myanmar untuk membatalkan rencana pemulangan ratusan ribu pengungsi Rohingya ke kampung halamannya di negara bagian Rakhine.
Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penganiayaan lagi terhadap etnis Rohingya. Lee mengungkapkan, para pengungsi Rohingya di Bangladesh ketakutan dan tertekan saat dikasih tahu kalau mereka masuk daftar pengungsi yang akan dipulangkan ke Myanmar.
Lee menilai, sampai saat ini Myanmar belum bisa memberikan jaminan keamanan dalam proses repatriasi pengungsi Rohingya. Keadaan di negara bagian Rakhine juga belum kondusif untuk para pengungsi Rohingya.
“Myanmar telah gagal memberikan jaminan bahwa para etnis Rohingya ini tidak akan mengalami penganiayaan dan kekerasan yang sama sekali lagi,” kata Lee, dilansir dari laman Aljazeera, Rabu (7/11).
Lee juga menyerukan agar Myanmar memberikan hak kewarganegaraan, kebebasan, dan akses layanan umum kepada etnis Rohingya, sebagaimana warga Myanmar lainnya.
Selama ini, Myanmar tidak mengakui kalau Rohingya adalah etnik pribumi. Bahkan mereka tidak menyebut Rohingya, melainkan Bengalis atau orang-orang dari Bangladesh.
Bulan lalu, otoritas Myanmar mengatakan kalau mereka telah memverifikasi 5.000 pengungsi Rohingya. Rencananya, grup pertama terdiri 2000 dari mereka akan dipulangkan ke Myanmar pada November ini. Namun demikian, PBB menilai kalau hal itu tetap dilakukan maka pengungsi Rohingya akan menghadapi resiko tinggi penganiayaan.
Pada 25 Agustus 2017 lalu, tentara Myanmar menggelar operasi militer di sejumlah desa yang banyak ditinggali Muslim Rohingya. Peristiwa itu menyebabkan sedikitnya 700 ribu Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Ribuan lainnya dilaporkan meninggal dalam operasi itu.
Pihak Myanmar membantah tuduhan yang menyebut operasi itu sebagai upaya pembersihan etnis. Mereka berdalih, operasi itu dilakukan untuk memberantas kelompok separatis Muslim Rohingya yang ada di negara bagian Rakhine. (Red: Muchlishon)