Dhaka, NU Online
Perdana Menteri Bangladesh Syeikh Hasina menuduh Myanmar selalu mencari alasan untuk menunda proses pemulangan (repatriasi) ratusan ribu Muslim Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh akhir tahun lalu.
Syeikh Hasina menegaskan, Muslim Rohingya tidak akan selama tinggal di negara yang sudah padat penduduk itu. Bangladesh tidak akan sanggup mengintegrasikan secara permanen ratusan ribu Muslim Rohingya. Menurutnya, Muslim Rohingya adalah warga Myanmar maka sudah semestinya mereka dikembalikan ke sana.
“Saya memiliki 160 juta penduduk di negaraku ini. Saya tidak dapat mengambil beban lain. Saya tidak bisa menerimanya. Negara saya tidak kuat menanggungnya,” kata Hasina, dikutip laman Reuters, Rabu (26/9).
Hasina menuturkan, sebetulnya Myanmar sudah sepakat untuk memulangkan Muslim Rohingya. Namun, mereka tidak kunjung melaksanakannya.
“Itu masalahnya. Semuanya (terkait repatriasi) sudah diatur tetapi setiap saat mereka mencoba mencari alasan baru (untuk menundanya),” tegasnya.
Pemerintah Bangladesh dan Myanmar telah mencapai kesepakatan pada bulan November lalu. Keduanya sepakat untuk memulai repatriasi dalam dua bulan, tetapi belum dimulai, dengan warga negara Rohingya yang masih melintasi perbatasan ke Bangladesh dan kamp pengungsi di Cox's Bazar.
Pada awal tahun lalu, Myanmar juga mengatakan kalau pihaknya sudah siap untuk menerima kembali para pengungsi. Mereka bahkan mengaku telah membangun pusat-pusat transit untuk menampung para pengungsi yang baru kembali. Akan tetapi, kemudian mereka mengeluh karena Bangladesh tidak memberikan data yang valid tentang siap-siapa saja yang siap dipulangkan.
Sementara, Bangladesh menolak klaim itu. Hal yang sama juga disampaikan Persatuan Bangsa-Bangsa. Menurutnya, kondisi di Myanmar belum aman bagi para pengungsi untuk kembali.
Menghadapi situasi yang tidak menentu, pemerintah Bangladesh telah menyiapkan kamp-kamp pengungsian baru bagi Muslim Rohingya di sebuah pulau terpencil bernama Bhasan Char. Mereka rencananya akan dipindahkan dari Cox’s Bazar ke Bhasan Char. Naasnya, menurut kelompok hak asasi manusia, pulau terpencil tersebut sangat rentan terkena banjir.
Pada 25 Agustus 2017, tentara Myanmar menggelar operasi militer di sejumlah desa yang banyak ditinggali Muslim Rohingya. Peristiwa itu menyebabkan sedikitnya 700 ribu Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Ribuan lainnya dilaporkan meninggal dalam operasi itu.
Pihak Myanmar membantah tuduhan yang menyebut operasi itu sebagai upaya pembersihan etnis. Mereka berdalih, operasi itu dilakukan untuk memberantas kelompok separatis Muslim Rohingya yang ada di negara bagian Rakhine. (Red: Muchlishon)