Internasional

Antropolog Jerman Kaji Peran NU Mesir

NU Online  ·  Rabu, 17 Desember 2014 | 13:01 WIB

Kairo, NU Online
Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Mesir dikunjungi antropolog asal Jerman, Prof. Dr. Judith Schlehe di Kairo, Selasa malam (15/12). Kunjungannya dalam rangka meneliti dinamika warga negara Indonesia di negeri tersebut.
<>
Guru Besar Universitas Freiburg hadir didampingi asistennya, Faridah Ulfa. Turut serta Ahmad Ginanjar Sya'ban selaku Wakil Homestaff KBRI. Mereka disambut pengurus harian, dan sejumlah nahdliyyin di Mesir.

Sebelum memulai dialog, profesor yang lancar berbahasa Indonesia ini mengucapkan terima kasih atas keramahan dan bantuan teman-teman Indonesia. Sehingga selama di Mesir ia mendapat kemudahan mendapat akses dan data untuk bahan penelitiannya.

Setelah Ketua Tanfidziyah Nurul Ahsan memaparkan struktur organisasi dan kegiatannya, Bu Judith, begitu rekan-rekan NU Mesir memanggilnya, menyampaikan kekagumannya terhadap NU.

Ia sangat mengapresiasi peran NU dalam membangkitkan dinamika pemikiran dan mengakomodasi kebutuhan organisasi anggotanya yang beragam. Tercatat lebih dari 7 lembaga yang ada di bawah PCINU Mesir, masing-masing memilki fokus pada bidang tertentu, semisal; kajian filsafat dan pemikiran, budaya, seni, turats Islam, fatwa, jelajah sejarah, sampai media dan jurnalistik (cetak/online).

Hal ini, kata dia,  tentunya akan berdampak positif dan memberi warna tersendiri bagi mahasiswa dan dinamikanya.

Dialog berlangsung dengan sistem dua arah dan dibuat sesantai mungkin hingga setiap orang bisa menjadi pembicara maupun pendengar. Dr. Judith memulai percakapan dengan mengajukan beberapa pertanyaan perihal motif belajar di Mesir, hubungan WNI dengan orang Mesir, serta hubungan ulama Indonesia dengan syeikh-syeikh di Mesir. Pada kesempatan itu, setiap peserta yang hadir memberikan opini maupun pengalaman pribadinya.

Semua peserta tampak semakin antusias tatkala pengarang buku berjudul Religion, Tradition and The Popular mengajukan pertanyaan-klarifikasi tentang Masisir (Masyarakat Indonesia di Mesir) yang dianggap eksklusif di mata Atase Pendidikan dan KBRI. Pernyataan tersebut langsung disanggah oleh salah satu peserta yang mengungkapkan bahwa pihak KBRI sendirilah yang sebenarnya belum bergaul dengan Masisir.

Pengajar di Institut für Völkerkunde Freiburg ini juga membagikan pengalamannya saat meneliti di Indonesia, termasuk bagaimana ia dan beberapa dosen UGM memprakarsai kerjasama antar dua perguruan tinggi dalam bidang Antropologi. Ia juga bercerita tentang pengalamannya saat meneliti dan mempelajari mitos Nyai Roro Kidul di pantai selatan maupun mitos lainnya di pulau Jawa.

Ada satu pengalaman yang sangat menarik bagi Dr. Judith, yaitu saat ia meneliti prosesi budaya kirab di Yogyakarta.

"Ketika acara kirab berlangsung ada salah satu ormas setempat yang tidak menyetujui acara tersebut. Bagi organisasi keagamaan ini, acara tersebut tidak ada dalam Islam," katanya mengawali cerita.

Ia menyampaikan bahwa yang membuatnya kagum adalah ketika abdi-dalem keraton bisa meyakinkan ormas tersebut agar menerima kirab tanpa meninggalkan konflik berlarut.

"Abdi-dalem mengatakan bahwa ini bukan untuk prosesi agama, melainkan hanya sebagai pertunjukan budaya dan penarik turis belaka. Acara ini lantas mendapat dukungan dari ormas tersebut dan berlanjut setiap tahun," ucapnya.

Penggagas program pertukaran antropolog Indonesia-Jerman sejak tahun 2004 ini juga menambahkan bahwa hal menarik menjadi antropolog saat penelitian adalah ketika kita bisa menemukan dan memahami sudut pandang tertentu yang tidak dimiliki penduduk lokal.

Di akhir dialog, Dr. Judith menyampaikan harapannya untuk Indonesia. Setelah meneliti Indonesia dan masyarakatnya, ia menemukan bahwa Indonesia adalah bangsa besar yang berpotensi menjadi negara maju.

Apalagi di matanya, Indonesia adalah negara mayoritas muslim yang sukses menjodohkan antara Islam dan Demokrasi. Ia juga berharap, bahwa sentralisasi urusan dunia ke satu negara harus dihentikan dan berganti menjadi desentralisasi, semisal China sebagai contoh ekonomi, Jerman sebagai pusat teknologi, Indonesia sebagai contoh perjodohan Islam dan demokrasi, maupun pusat lainnya.

Bu Judith memberi nasehat penutup pada rekan PCINU Mesir untuk segera pulang apabila telah selesai belajar di luar negeri dan segera ikutserta membangun Indonesia dari dalam. Perbincangan ditutup dengan pertukaran cendera mata. [Miftah Wibowo/Mhd/Abdullah Alawi]