Ilmu Tauhid

Ada Apa di Atas Arasy?

Jum, 31 Agustus 2018 | 02:00 WIB

Pertanyaan ada apa di atas arasy cukup menggelitik bagi bayak orang. Ada yang tergelitik karena menganggap jawabannya sudah sangat jelas, yakni Allah, tapi kenapa masih ditanyakan? Ada juga yang merasa tergelitik sebab di atas Arasy dianggap tak ada apa-apa sama sekali. Sebagian lagi tergelitik sebab merasa bahwa itu adalah pertanyaan tentang hal ghaib yang kita tak tahu sama sekali sehingga tabu untuk dibicarakan.
 
Sebelum menjawab, perlu diketahui bahwa pertanyaan ini bukan hal tabu yang tak boleh dibahas sebab kita menanyakan tentang sebuah makhluk yang bernama Arasy, bukan tentang Sang Khaliq yang kekuasaan mutlaknya mencakup Arasy dan apalagi yang di bawahnya. Pertanyaan soal hal ghaibsemacam ini bisa diketahui melalui riwayat sahih yang menjelaskannya. Jadi, kata kuncinya adalah riwayat.
 
Langsung saja, jawaban pertanyaan itu ada dalam riwayat sahih yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Muslim (muttafaq 'alaihi) berikut:
 
لَمَّا قَضَى اللَّهُ الخَلْقَ كَتَبَ فِي كِتَابِهِ فَهُوَ عِنْدَهُ فَوْقَ العَرْشِ إِنَّ رَحْمَتِي غَلَبَتْ غَضَبِي 
 
"Ketika Allah menentukan nasib manusia, Ia menulis di kitab-Nya yang berada di sisi-Nya di atas Arasy. Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan marah-Ku.”
 
Hadits tersebut menyatakan bahwa di atas Arasy ada Lauh mahfûdh di sisi Allah. Mengomentari hadits tersebut di atas, Imam Ibnu Hajar mengatakan:
 
وَلَا مَحْذُورَ فِي إِجْرَاءِ ذَلِكَ عَلَى ظَاهِرِهِ لِأَنَّ الْعَرْشَ خَلْقٌ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ وَيُحْتَمَلُ أَنْ يَكُونَ الْمُرَادُ بِقَوْلِهِ فَهُوَ عِنْدَهُ أَيْ ذِكْرُهُ أَوْ عِلْمُهُ فَلَا تَكُونُ الْعِنْدِيَّةُ مَكَانِيَّةٌ بَلْ هِيَ إِشَارَةٌ إِلَى كَمَالِ كَوْنِهِ مَخْفِيًّا عَنِ الْخَلْقِ مَرْفُوعًا عَنْ حَيِّزِ إِدْرَاكِهِمْ
 
"Tak masalah memahami hadits tersebut secara dhahir (bahwa Lauh mahfûdh benar-benar di atas Arasy) sebab sesungguhnya Arasy adalah salah satu makhluk dari makhluk-makhluk Allah. Ada kemungkinan bahwa yang dimaksud dengan "di sisi-Nya" adalah di sisi ilmu Allah. Jadi penyebutan sisi di sini bukanlah dalam makna tempat tetapi itu adalah isyarat bagi kesempurnaan Lauh mahfûdh yang tersembunyi dari makhluk dan tinggi terangkat dari batas pengetahuan mereka.” (Ibnu Hajar, Fath al-Bâry, juz VI, halaman 291)
 
Di kitab yang sama, Imam Ibnu Hajar juga berkomentar:
 
وَالْغَرَضُ مِنْهُ الْإِشَارَةُ إِلَى أَنَّ اللَّوْحَ الْمَحْفُوظَ فَوْقَ الْعَرْشِ
 
"Maksud hadits itu adalah mengisyaratkan bahwa Lauh mahfûdh berada di atas Arasy." (Ibnu Hajar, Fath al-Bâry, juz XIII, halaman 526)
 
Senada dengan keterangan Ibnu Hajar tersebut, Imam al-Hafidz Badruddin al-Aini juga menyatakan:
 
الْكتاب عِنْده، والعندية لَيست مكانية بل هُوَ إِشَارَة إِلَى كَمَال كَونه مكنوناً عَن الْخلق مَرْفُوعا عَن حيّز إدراكهم
 
"Lauh mahfûdh di sisi Allah. Penyebutan sisi di sini bukan dalam perspektif tempat, tetapi itu adalah isyarat tentang kesempurnaan keberadaannya dibanding makhluk lainnya, terangkat dari batas pengetahuan mereka.” (Badruddin al-Aini, ‘Umdatal-Qâry, juz XV, halaman 111)
 
Lebih jelasnya tentang posisi Lauh mahfûdh ini, al-Imam Ibnu Furak menjelaskan:
 
وَيحْتَمل أَن يكون ذَلِك الْكتاب مَوْضُوعا على الْعَرْش على معنى المماسة لَهُ وَيكون عِنْد الله على معنى إحاطة علمه بِمَا فِيهِ من حَدِيث لَا يخفى عَلَيْهِ مِنْهُ شَيْء
 
"Memungkinkan bahwa Lauh mahfûdh itu diletakkan di atas Arasy dengan makna menyentuh Arasy. Dan, penyebutan "di sisi Allah" maknanya adalah pengetahuan Allah meliputi segala apa yang ada di dalamnya dan tak ada satu hal pun yang samar bagi Allah.” (Ibnu Furak, Musykilal-Hadîtswabayâhunu, halaman 455)
 
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang berada di atas Arasy adalah sebuah makhluk yang disebut sebagai Lauh mahfûdh. Di Lauh mahfûdh inilah catatan takdir seluruh semesta tertulis.
 
Lalu bila di atas Aras ada Lauh mahfûdh, bagaimana dengan pernyataan popular bahwa Allah istawa atas Arasy? Setelah menjelaskan seperti penjelasan para imam di atas, Imam al-Baihaqi menjelaskan soal makna istawa sebagai berikut:
 
وَلَيْسَ مَعْنَى قَوْلِ الْمُسْلِمِينَ: إِنَّ اللَّهَ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ، هُوَ أَنَّهُ مُمَاسٌّ لَهُ، أَوْ مُتَمَكِّنٌ فِيهِ، أَوْ مُتَحَيِّزٌ فِي جِهَةٍ مِنْ جِهَاتِهِ، لَكِنَّهُ بَائِنٌ مِنْ جَمِيعِ خَلْقِهِ، وَإِنَّمَا هُوَ خَبَرٌ جَاءَ بِهِ التَّوْقِيفُ فَقُلْنَا بِهِ، وَنَفَيْنَا عَنْهُ التَّكْيِيفَ، إِذْ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
 
“Makna perkataan orang Islam bahwa Allah istawa atas Arasy bukanlah berarti Allah menyentuh Arasy, bertempat di Arasy atau terbatas dalam arah Arasy. Akan tetapi, Allah itu terpisah dari seluruh makhluknya. Ungkapan tersebut tak lain merupakan ayat/hadits yang datang dari petunjuk wahyu sehingga kita mengatakan seperti itu juga, dan kita menafikan mekanisme teknis (kaifiyah) dari Allah sebab tak ada satu pun yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (al-Baihaqi, al-Asmâ’ was-Shifât, juz II, halaman 279).
 
Dengan penjelasan Imam al-Baihaqi tersebut, maka terlihat tak ada kontradiksi antara meyakini Allah istawa atas Arasy dan antara meyakini bahwa di atas Arasy ada Lauh mahfûdh. Dalam konteks inilah ungkapan sebagian ulama salaf yang mengatakan bahwa Arasy tidaklah kosong. Di atasnya ada Lauh mahfûdh dan juga ada tindakan Allah yang disebutnya sebagai istawa, namun tindakan ini bukan berarti bertempat secara fisik. Wallahua’lam.
 
 
Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember & Peneliti di Aswaja NU Center PCNU Jember