Ini Pengertian Hadits Shahih Muttashil
NU Online Ā· Senin, 19 Maret 2018 | 10:15 WIB
ŁŲ±ŁŁŁ Ų¹ŲÆŁ Ų¶Ų§ŲØŲ· Ų¹Ł Ł Ų«ŁŁ # Ł Ų¹ŲŖŁ ŲÆ ŁŁ Ų¶ŲØŲ·Ł ŁŁŁŁŁ
Artinya, āPembagian hadits yang pertama adalah shahih, yaitu sanadnya bersambung serta tidak terdapat syadz atau illat, diriwayatkan oleh perawi yang adil serta dhabit serta kuat dhabit dan periwayatannya.ā
Syarat pertama adalah ittishalus sanad, yakni sanadnya harus bersambung. An-Nawawi mengutip pendapat Imam Ibnu Shalah bahwa muttasil adalah hadits yang sanadnya bersambung baik itu marfuā (sampai Rasulullah SAW) atau mauquf (sampai sahabat) saja.
Imam As-Suyuthi dalam kitab Tadribur Rawi fi Syarhi Taqrib An-Nawawi menjelaskan bahwa syarat muttashil adalah semua perawi harus mendengar hadits tersebut dari gurunya.
Artinya, āIbnu Shalah berpendapat bahwa muttashil adalah dengan mendengarnya setiap perawi atas orang sebelumnya,ā (Lihat Jalaluddin As-Suyuthi, Tadribur Rawi fi Syarhi Taqrib An-Nawawi, [t.k.: Dar Taybah, t.t.], halaman 201).
Untuk memastikan ketersambungan sebuah sanad dan untuk memastikan bahwa seorang perawi benar-benar mendengarkan sebuah haditst dari gurunya, maka para ulama menetapkan beberapa syarat dan kriteria agar sebuah sanad dinyatakan muttashil.
Abdul Mahdi Abdul Qadir dalam kitabnya Thuruqul Hukum alal Hadits bis Sihhah wa Dhaif menjelaskan delapan syarat ittishal sanad. (Lihat Abdul Mahdi Abdul Qadir, Thuruqul Hukum alal Hadits bis Sihhah wa Dhaif, [Jeddah: Maktabah Iman, 2008], halaman 223-224).
Berikut delapan syarat tersebut:
Pertama, perawi tersebut harus semasa dengan gurunya. Cara untuk mengetahui bahwa perawi tersebut semasa atau tidak adalah dengan memeriksa tahun wafatnya di kitab tarajim. Jika seorang perawi tersebut lahir sebelum gurunya wafat, maka bisa dipastikan bahwa dia semasa.
Kedua, setelah memastikan bahwa seorang perawi satu masa dengan gurunya, selanjutnya adalah memastikan bahwa rawi tersebut bertemu dengan gurunya. Karena ada beberapa perawi yang satu masa tapi tidak pernah bertemu.
Caranya adalah dengan memeriksa makanur rihlah (tempat-tempat yang pernah dikunjungi) untuk mencari hadits. Jika salah satu tempat rihlahnya sesuai dengan tempat rihlah gurunya, atau tempat rihlah tersebut dilewati oleh gurunya, maka perawi tersebut dimungkinkan bertemu.
Ketiga, perawi mendengarkan langsung dari gurunya. Bisa jadi ada rawi yang pernah bertemu dengan gurunya, tetapi tidak pernah meriwayatkan hadits dari guru tersebut. Hal inilah yang disebut dalam musthalah hadits sebagai mursal khafi.
Keempat, menggunakan sighat adaā yang pasti (jazm) seperti: س٠عت" أ٠"ŲŲÆŲ«ŁŲ§". Bukan menggunakan sighat tamridl (ruwiya an, hukiya an, atau kalimat lain yang mabni majhul).
Kelima, perawi tersebut masuk dalam daftar murid gurunya di kitab tarajim. Ini bisa kita periksa dari nama-nama orang yang pernah meriwayatkan dari gurunya. Biasanya dalam kitab tarajim, nama-nama tersebut disebutkan setelah kata rawa anhu (Ų±ŁŁ Ų¹ŁŁ) dalam biografi gurunya.
Ketujuh, tidak adanya ketetapan dari para imam hadits bahwa periwayatan rawi dari gurunya tersebut tidak muttashil. Misalnya sering kita temui dalam kitab tarajim, ungkapan para ulama bahwa rawi tersebut mudallis dari fulan. Seperti: QĆ¢la Ibnu Hatim, fulan mudallis an fulan, dan lain sebagainya.
Kedelapan, tidak adanya ketetapan dari para Imam bahwa periwayatan seorang rawi dari gurunya mursal. Ini juga bisa kita jumpai di kitab tarajim sebagaimana dalam poin tujuh di atas.
Untuk itu perlu ada pemeriksaan terkait kesesuaian sebuah sanad hadits dan syarat-syarat di atas. Jika tidak sesuai, maka sanad tersebut munqathiā (walaupun ada istilah khusus dalam beberapa kasus munqathiā), konsekuensinya adalah sanad tersebut divonis dhaif. Jika sesuai, maka sanad tersebut muttashil. Wallahu aālam. (M Alvin Nur Choironi)
Terpopuler
1
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
2
Khutbah Idul Adha: Menanamkan Nilai Takwa dalam Ibadah Kurban
3
Bolehkah Tinggalkan Shalat Jumat karena Jadi Panitia Kurban? Ini Penjelasan Ulama
4
Khutbah Idul Adha: Implementasi Nilai-Nilai Ihsan dalam Momentum Lebaran Haji
5
Khutbah Idul Adha Bahasa Jawa 1446 H: Makna Haji lan Kurban minangka Bukti Taat marang Gusti Allah
6
Khutbah Idul Adha: Menyembelih Hawa Nafsu, Meraih Ketakwaan
Terkini
Lihat Semua