Mu‘adzah Al-Adawiyah, Sufi Perempuan yang Melawan Mati dalam Lalai
NU Online · Selasa, 4 Februari 2020 | 02:15 WIB
Mu‘adzah sempat bertemu dengan Siti Aisyah RA, istri Rasulullah. Mu‘adzah juga meriwayatkan hadits darinya. Selain Aisyah, ia sempat berguru kepada sahabat Rasulullah yang lain, di antaranya Ali bin Abi Thalib dan Ummu Amr binti ‘Abdillah bin Zubair.
Abdul Wahhab As-Sya’rani dalam At-Thabaqatul Kubra; Lawaqihul Anwar fi Thabaqatil Akhyar meriwayatkan beberapa sufi perempuan pada generasi awal Islam, salah satunya Mu‘adzah Al-Adawiyah. Mu‘adzah dikenal ahli ibadah yang sadar akan kematian. Dia menolak mati dalam keadaan lalai.
Suatu ketika diriwayatkan bahwa Mu‘adzah bila siang tiba mengatakan, “Ini hari kematianku.” Ia lalu tidak makan hingga sore. Ketika malam tiba, Mu‘adzah mengatakan, “Ini malam kematianku.” Ia lalu tidak tidur. Ia melakukan shalat hingga pagi tiba.
Mu‘adzah dikenal sebagai ahli ibadah yang kerap menghidupkan malam. Hal ini dilakukan agar ia tetap dalam keadaaan terjaga dan mengingat Allah saat ajal menjemput. Bila kantuk menyergap, ia berdiri dan berjalan-jalan di dalam rumah. Ia berkata, “Hai nafsu, tidur panjang (kematian) mengintai di depanmu.”
Kalau sudah diserang kantuk begitu, ia terus berjalan-jalan di dalam rumahnya hingga pagi karena khawatir mati dalam keadaan lalai atau dalam keadaan tidur. (As-Sya’rani: At-Thabaqatul Kubra: 65).
Dalam sehari semalam Mu‘adzah melakukan shalat sebanyak 600 rakaat. Selama 40 tahun terakhir dalam hidupnya ia tidak pernah mendongakkan pandangannya ke langit karena takzimnya. Sejak kematian suaminya, Mu‘adzah tidak pernah lagi rebahan yang beralaskan kasurnya yang empuk. Ketika sore tiba, ia mengenakan pakaian tipis sehingga malam yang dingin menahannya dari tidur.
Al-Khatib Al-Baghdadi dalam Al-Muntakhab min Kitabiz Zuhdi war Raqa’iq meriwayatkan kewara’an Mu‘adzah dari Abdullah bin Umar Ar-Raqasyi. Suatu hari sufi wanita ini menderita sakit. Seorang tabib didatangkan kepadanya dan memberinya anggur sebagai resep obat bagi Mu‘adzah.
“Kubawakan segelas anggur dan kuletakkan di telapak tangannya,” kata Abdullah.
“Ya Allah, sungguh Kau Maha Tahu. Jika obat ini halal bagiku, minumkanlah padaku dan sembuhkanlah aku. Tetapi jika tidak, jauhkanlah dariku,” kata Mu‘adzah berdoa.
Seketika gelas di tangan Mu‘adzah retak dan isinya mengalir tumpah ke tanah. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)
Terpopuler
1
40 Hari Wafat Gus Alam, KH Said Aqil Siroj: Pesantren Harus Tetap Hidup!
2
Mendaki Puncak Jabal Nur, Napak Tilas Kanjeng Nabi di Gua Hira
3
Mulai Agustus, PBNU dan BGN Realisasikan Program MBG di Pesantren
4
Waktu Terbaik untuk Resepsi Pernikahan menurut Islam
5
Terima Dubes Afghanistan, PBNU Siap Beri Beasiswa bagi Mahasiswa yang Ingin Studi di Indonesia
6
Eskalasi Konflik Iran-Israel, Saling Serang Titik Vital di Berbagai Wilayah
Terkini
Lihat Semua