Hikmah

Ketika Maulidan Membuat Keluarga Yahudi Masuk Islam

Rab, 20 Desember 2017 | 11:01 WIB

Diceritakan oleh Abdul Wahid ibn Isma’il bahwa dahulu kala, di Mesir terdapat seseorang yang sangat gemar mengadakan peringatan maulid nabi Muhammad di setiap bulan Rabi’ul Awwal. Ia memiliki tetangga, suami istri Yahudi. 

Di tengah peringatan maulid, istri Yahudi ini bertanya kepada suaminya, “Apa sih yang dilakukan oleh tetangga kita yang Muslim ini kok bisa-bisanya ia sampai menghabiskan uang begitu banyaknya untuk membuat acara semacam ini?”

Sang suami menjawab, “Apa yang dilakukan tetangga Muslim kita ini adalah karena ia meyakini bahwa pada bulan ini, Nabi dan junjungannya dilahirkan. Oleh karenanya, ia membuat acara besar-besaran sebagai bentuk penghormatan sekaligus suka cita atas kelahirannya.” 

Tak lama setelah terjadi perbincangan antara suami istri ini, keduanya pun tidur sebagaimana malam-malam biasanya. 

Di tengah tidurnya, istri Yahudi tersebut bermimpi. Ia melihat seorang laki-laki rupawan berperangai penuhwibawa. Laki-laki tersebut tiba-tiba saja masuk ke dalam rumah tetangganya Muslim yang penuh sesak kerabat dan sahabat-sahabatnya dalam jamuan besar-besaran. 

Ketika laki-laki rupawan dan berwibawa itu datang, sang tetangga Muslim beserta sahabat-sahabatnya seketika itu memberikan penghormatan dan penyambutan yang luar biasa kepadanya. 

Di dalam mimpinya, istri Yahudi itu datang ke tetangganya itu. Ia menanyakan perihal yang datang itu kepada salah seorang yang ada di dekatnya. 

“Siapakah orang yang rupawan itu?” 

“Ini adalah Rasulullah,” jawabnya. “Beliau berkenan memasuki rumah ini untuk memberikan doa keselamatan bagi penghuni rumah ini. Beliau juga mengunjungi mereka sebab mereka telah bersuka cita atas kelahirannya,” tambahnya. 

“Apakah aku bisamengajaknya berbicara?” tanya perempuan Yahudi.

 “Tentu,” jawab orang tersebut. 

Perempuan Yahudi tersebut pun mendatanginya seraya memberikan sapaannya.

“Wahai Muhammad,” sapanya. 

Labbayki, iya…,” Rasulullah pun menjawabnya.

Perempuan Yahudi terheran dengan jawaban Rasulullah. 

“Bagaimana mungkin engkau menjawab sapaanku dengan ucapan terhormat sementara aku adalah musuhmu. Aku juga bukanlah orang yang mengikuti agamamu?” 

“Demi dzat yang telah mengutusku menjadi seorang nabi, tidaklah aku menjawab sapaanmu dengan ucapan terhormat kecuali aku telah mengetahui bahwa Allah telah memberikan hidayah-Nya kepadamu,” jawab Rasulullah. 

Betapa terperanjatnya perempuan Yahudi tersebut mendengar jawaban Rasulullah.

“Sungguh, engkau adalah seorang nabi yang mulia. Engkau benar-benar memiliki akhlak dan perangai yang sangat luhur. Betapa ruginya mereka yang mengacuhkan dirimu, dan betapa sayangnya mereka yang tidak mengetahui kedudukan muliamu ini.” 

Perempuan Yahudi ini  lantas berucap, “Ya Rasulallah, terimalah persaksianku ini, asyahdu an laa ilaaha illa Allah, wa asyhadu annaka muhammadun rasulullah. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya engkau, Muhammad adalah utusan Allah”. 

Ia ucapkan kalimat syahadat tersebut di hadapan Nabi sampai tiga kali. Di hatinya, ia berucap bahwa esok hari ia akan menyedekahkan seluruh hartanya, mengadakan jamuan peringatan maulid nabi besar-besaran sebagai bentuk suka cita sebab ia telah memeluk Islam. Juga sebagai ungkapan syukur atas apa yang telah ia lihat di mimpinya malam itu.  

Pagi harinya, betapa kagetnya perempuan tersebut melihat suaminya dengan begitu antusiasnya telah mempersiapkan sebuah jamuan dan acara yang besar. 

“Ada apa ini? Apa yang akan engkau lakukan dan kenapa engkau begitu antusias menyiapkannya?” 

“Apa yang aku lakukan ini adalah lantaran orang yang engkau telah memeluk Islam disebabkannya semalam,” jawab suaminya.

“Siapa yang memberitahumu atas rahasia yang tak seorang pun mengetahui hal ini?” tanya sang istri.

“Aku telah diberitahu oleh orang yang di hadapannya aku telah memeluk Islam setelah engkau. Dialah yang mengenalkan kepada Allah dan mengajak kepada-Nya,” jelas sang suami.
 
Cerita ini memberikan tauladan bagi kita, memperingati maulid Nabi Muhammad dengan apa pun dan bagaimanapun bentuknya adalah sesuatu yang sungguh mulia. Mari kita renungkan, jika seorang Yahudi saja bisa mendapatkan hidayah Allah sebab maulid, maka tentu akan sangat mudah bagi Allah memberikan pertolongannya kepada kita, muslim yang gemar maulidan. Allahumma sholli ‘ala Sayyidinaa Muhammad. (Abdul Fattah)

Dinukil dari Maulid Syarofil Anam karya Syekh Syihabuddin Ahmad al Hariri.