Imam Syafi'i vs Imam Malik: Rezeki Dicari atau Datang Sendiri?
Kamis, 22 Agustus 2024 | 06:00 WIB
M. Tatam Wijaya
Kolomnis
Dikisahkan, Imam Syafi’i pernah berdebat dengan gurunya, Imam Malik, tentang masalah rezeki. Imam Malik berpendapat bahwa rezeki itu datang tanpa usaha. Seseorang cukup bertawakal saja, niscaya Allah akan memberinya rezeki.
Imam Malik berkata kepada Imam Syafi’i, “Lakukan saja apa yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan Allah mengurus yang lainnya.” Kemudian, Imam Malik membacakan hadits Rasulullah yang berbunyi:
لَوْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
Artinya, “Andai saja kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, maka Allah akan memberi rezeki kepada kalian, sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung, di mana ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar, pulang sore dalam keadaan kenyang.” (HR. Malik dikutip oleh Imam Az-Zarqani, Syarah al-Muwatha’, [Kairo: Maktabah ats-Tsaqafah, 2003], jilid IV, halaman 394).
Sementara itu, Imam Syafi’i berpendapat sebaliknya. Ia berkata, “Wahai Guru, andai seekor burung tidak keluar dari sarangnya, bagaimana mungkin ia akan mendapatkan rezeki?”
Suatu ketika, saat sedang berjalan-jalan, Imam Syafi’i melihat rombongan orang yang sedang memanen anggur. Sang Imam pun ikut membantu mereka, lantas ia mendapat imbalan beberapa ikat anggur dari mereka.
Begitu mendapat imbalan anggur, Imam Syafi’i lantas bergegas kembali menemui gurunya. Sang guru pun terlihat tengah bersantai. Sambil menaruh ikatan anggur yang dibawanya, Imam Syafi’i menceritakan pengalamannya. Ia berkata, “Andai saya tidak keluar dari rumah dan tidak bekerja, tentu anggur ini tidak akan sampai kepada tangan saya.”
Mendengar demikian, Imam Malik tersenyum, seraya mengambil anggur dan mencicipinya. Kemudian, Imam Malik berkata, “Sehari ini aku tidak keluar rumah. Hanya mengajar saja. Dan sempat membayangkan betapa nikmatnya dalam cuaca panas seperti ini saya bisa menikmati buah anggur.”
“Untungnya, engkau datang membawakannya untukku. Bukankah ini yang dimaksud dengan, ‘Lakukan yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan Allah mengurus yang lain’.” Akhirnya, keduanya pun tertawa lebar dan mereka melanjutkan menikmati buah anggur tersebut.
Perbedaan pendapat dua tokoh besar dalam kisah di atas sesungguhnya tidak ada yang salah. Pasalnya, Allah sudah menyiapkan sedikitnya sepuluh pintu rezeki untuk hamba-Nya.
Hanya saja, kita yang kurang mengetahui dan memahami, sehingga melihat rezeki hanya datang dari pintu usaha saja. Sepuluh pintu tersebut dapat kita telusuri dalam Al-Qur'an dan hadits, yaitu:
1. Rezeki karena usaha
Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
ووَاَنْ لَّيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعٰىۙ، وَاَنَّ سَعْيَهٗ سَوْفَ يُرٰىۖ، ثُمَّ يُجْزٰىهُ الْجَزَاۤءَ الْاَوْفٰىۙ
Artinya, “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” (QS. An-Najm [59]: 39-41).
Inilah pintu rezeki yang banyak dikejar orang. Bahkan mereka yakin, tanpa usaha tidak akan datang rezeki. Ini akibat mereka lupa pintu-pintu rezeki yang lain.
2. Rezeki yang telah dijamin
Penting diketahui, ada rezeki hamba yang telah dijamin langsung oleh Allah tanpa usaha makhluk secara mutlak. Setiap hamba akan mendapatkannya sesuai dengan kadar dan waktu yang berbeda-beda. Hal itu sudah dinyatakan dalam firman Allah:
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا
Artinya: “Tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (QS. Hud [11]: 6).
Menurut ayat ini, Allah menjamin rezeki manusia dan makhluk yang diciptakan-Nya. Tanpa campur tangan mereka, Dia mampu memberi rezeki untuk mereka. Mungkin ini pula yang dalam kesempatan lain disampaikan oleh Imam Syafi’i melalui syairnya:
يا طالب الرزق في الآفاق مجتهدا … أقصر عناك فإن الرزق مقسوم
الرزق يسعى إلى من ليس يطلبه … وطالب الرزق يسعى وهو محروم
Hai orang yang sungguh-sungguh mencari rezeki di seantero negeri
Kurangi jerih payahmu, sebab rezeki itu sudah terbagi-bagi.
Justru rezeki itu menghampiri orang yang tidak mencarinya.
Sebaliknya, orang yang berupaya mengejar rezeki akan terhalang dibuatnya.
Maksud dari syair ini tak lain adalah rezeki yang sudah dijamin Allah, sehingga tidak perlu bersusah payah mencarinya. (Muhammad bin Musa asy-Syafi’i, Hayatul Hayawan al-Kubra, [Beirut: Darul Kutub, 2003], jilid I, halaman 192).
3. Rezeki karena sedekah
Tidak hanya dari pintu usaha, Allah juga memberikan rezeki dari pintu sedekah. Siapa pun yang gemar sedekah, terutama di jalan Allah, maka rezekinya akan ditambah oleh-Nya, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an:
مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 245).
4. Rezeki karena istighfar
Salah satu penghalang rezeki seorang hamba adalah dosanya. Maka, dengan cara memperbanyak istighfar, jalan rezekinya kembali dibuka, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an:
فَقُلْتُ ٱسْتَغْفِرُوا۟ رَبَّكُمْ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَٰلٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّٰتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَٰرًا
Artinya: “Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan pula di dalamnya untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh [71]: 10-12).
5. Rezeki karena menikah
Menikah juga ternyata membawa berkah tersendiri. Di antara keberkahan pernikahan adalah pintu rezeki yang dibukakan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an:
وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Artinya, “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur [24]: 32).
Penting dicatat juga, bahwa keterangan nikah membawa rezeki tidak selayaknya dijadikan ajang pembenaran untuk bermalas-malasan, sehingga istri dan anak-anaknya melarat karena dirinya berkeyakinan rezeki akan datang dengan sendirinya. Usaha-usaha manusiawi tetap harus dilakukan, khususnya bagi seorang suami sebagai pemimpin keluarga.
6. Rezeki karena anak
Pepatah pernah mengatakan, ‘Banyak anak banyak rezeki.’ Ternyata pepatah tersebut terinspirasi dari janji Allah dalam Al-Qur'an:
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَاِيَّاكُمْۗ اِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كَبِيْرًا
Artinya, “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar.” (QS. Al-Isra [17]: 31).
Pemahaman banyak anak banyak rezeki dalam konteks teologis memang benar adanya. Namun seiring perkembangan zaman, di mana kepadatan penduduk menciptakan problem baru seperti meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran, tentunya sepasang suami istri mesti berpikir dengan sangat matang soal anak-anak yang akan menjadi tanggung jawab mereka.
Upaya dan ikhtiar manusiawi tetap harus diperhatikan dalam urusan keluarga dan rumah tangga. Jika disepelekan, khawatir malah menjadi bumerang penyesalan bagi pasangan suami istri.
7. Rezeki karena bersyukur
Mensyukuri nikmat sama dengan membuka jalan rezeki lainnya. Misalnya secara praktik, ketika mendapat rezeki berupa uang, seorang suami langsung mengajak istri dan anak untuk makan di restoran. Si suami pun merasakan bahagia dari sikapnya itu. Kebahagiaan itulah rezeki yang muncul dari bersyukur. Allah menjanjikan dalam Al-Qur'an:
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
Artinya, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.’” (QS. Ibrahim [14]: 7).
8. Rezeki karena silaturahmi
Rezeki bisa datang karena menjalin komunikasi dengan banyak orang, dan mempertahankan silaturahmi dengan keluarga, kerabat, hingga teman dan tetangga. Rezeki melalui pintu silaturahmi pernah disampaikan Rasulullah saw dalam haditsnya:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya, “Siapa pun yang ingin dilapangkan rezekinya dan ditangguhkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia bersilaturahim,” (HR. Al-Bukhari).
9. Rezeki karena taat, takwa, dan tawakal
Selain menjamin rezeki makhluk-Nya secara umum, Allah juga secara khusus menjamin rezeki hamba-hamba-Nya yang beriman, taat, takwa, dan tawakal kepada-Nya. Meningkatkan ketaatan dan ketakwaan pada Allah sama dengan membuka pintu rezeki. Demikian seperti dalam firman-Nya:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Artinya, “Siapa pun yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq [65]: 2-3).
Rezeki bagi hamba yang takwa dan taat beribadah juga disampaikan dalam hadits Rasulullah saw:
يا ابنَ آدمَ، تَفرَّغْ لِعبادَتي أملَأْ قلْبَكَ غِنًى، وأملَأْ يدَيْكَ رِزْقًا، يا ابنَ آدمَ، لا تُباعِدْ مِنِّي فأملَأَ قلبَكَ فقْرًا، وأمَلَأَ
Artinya, “Hai anak Adam, luangkanlah waktu untuk beribadah kepada-Ku, hatimu akan Ku-isi dengan kekayaan dan tanganmu akan Ku-penuhi dengan rezeki. Hai anak Adam, jangan engkau menjauh dari-Ku, akan Ku-isi hatimu dengan kemiskinan dan tanganmu akan Ku-penuhi dengan kesibukan,” (HR. Al-Hakim).
10. Rezeki karena meninggalkan dosa dan kemaksiatan
Setelah pada poin ke-9 dijelaskan bahwa rezeki dapat dicapai melalui ketakwaan, Rasulullah saw mengingatkan bahwa dosa yang dilakukan oleh seorang hamba dapat menjadi penghalang bagi rezekinya.
إنَّ العَبدَ ليحرم الرِّزق بالذَّنبِ يُصيبُه
Artinya, “Sesungguhnya seorang hamba akan terhalang rezekinya dengan dosa yang diperbuatnya,” (HR. Ahmad).
Selanjutnya, sulitnya rezeki para pendosa sesungguhnya sudah diumpamakan dalam Al-Qur'an:
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُّطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِّن كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
Artinya, “Allah telah membuat suatu perumpamaan sebuah negeri yang dahulu aman lagi tenteram yang rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari setiap tempat, tetapi (penduduknya) mengingkari nikmat-nikmat Allah. Oleh karena itu, Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan karena apa yang selalu mereka perbuat,” (QS. An-Nahl [16]: 112).
Walhasil, sulitnya rezeki seorang hamba salah satunya disebabkan oleh dosa-dosa yang diperbuatnya. Namun, Abu Thalib al-Makki memiliki pendapat yang berbeda. Menurutnya, maksud hadits ini adalah banyaknya dosa mengakibatkan terhalangnya rezeki yang lain, seperti pintu taubat, ilmu, keberkahan, ketaatan, dan sebagainya. (Syekh Abu Thalib al-Makki, Qutul Qulub fi Muamalatil Mahbub, [Beirut: Darul Kutub, 2005], jilid I, hal. 311).
Itulah pintu-pintu rezeki yang telah disiapkan Allah untuk hamba-Nya. Tugas kita adalah menjemputnya, sembari tetap yakin bahwa Allah menanggung rezeki setiap makhluk-Nya. Semoga kita diberikan rezeki yang melimpah nan berkah. Wallahu a’lam.
Ustadz M. Tatam Wijaya, Penyuluh dan Petugas KUA Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.
Terpopuler
1
Amalan Gus Baha saat Haji dan Khataman di Bulan Syaban
2
Begini Cara Peringati Malam Nisfu Syaban
3
Mulai Esok Sunnah Puasa Ayyamul Bidl Bulan Syaban 1446 H
4
Khutbah Jumat: Sya’ban, Bulan Pembersihan Diri Menyambut Ramadhan
5
Kemenag Gelar Sidang Isbat Awal Ramadhan 1446 H pada Akhir Februari 2025
6
Lembaga Dakwah PBNU Kirim Dai Internasional ke Lima Negara
Terkini
Lihat Semua