Bersikap Ramah terhadap Rerumputan, Sebuah Kesalehan Ekologis
NU Online Ā· Senin, 7 Agustus 2017 | 02:00 WIB
Belum banyak orang menyadari bahwa di musim kemarau seperti sekarang ini kita sebenarnya membutuhkan rerumputan yang tumbuh, misalnya di halaman atau sekitar rumah untuk mencegah tanah gundul. Tanah gundul di musim kemarau sudah pasti akan menjadi sumber debu yang tidak baik bagi kesehatan. Di dalam debu yang diembuskan angin dan beterbangan ke mana-mana kadang terdapat bibit penyakit yang dapat merugikan kesehatan kita, seperti penyakit mata, berbagai penyakit yang menyerang saluran pencernaan, dan bahkan saluran pernapasan.
Tidak hanya itu, debu juga mengotori lingkungan kita. Lihatlah kaca-kaca, lantai dan dinding rumah kita. Di musim kemarau kaca-kaca-kaca jendela, pintu dan perabot rumah tangga sering kali menjadi sangat kotor karena debu yang beterbangan di sekitar rumah kita. Lantai rumah atau apa pun yang menyelimuti lantai juga penuh debu. Demikian pula perabot-perabot rumah tangga juga tampak kusam penuh debu.
Semua dampak negatif dari debu tersebut seharusnyalah membuka kesadaran kita bahwa kita perlu bersikap lebih ramah terhadap rumput-rerumputan di sekitar kita dengan memberinya kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Namun hal ini memang membutuhkan kesediaan kita untuk rajin merawatnya dengan baik. Sekarang sudah bukan saatnya lagi kita pandang rerumputan sebagai tumbuh-tumbuhan liar yang harus dihabisi. Atau, kita tidak menyukai rerumputan itu hanya karena malas merawatnya.
Di musim penghujan di mana suplai air cukup berlimpah, rerumputan akan tumbuh dan berkembang dengan sangat cepat dan bisa dikatakan cenderung liar. Agar tidak liar maka kita harus merawatnya dengan baik dan merapikannya dengan alat potong yang ada. Hal yang harus selalu kita ingat dalam memotong ini adalah jangan sampai rerumputan itu kita pangkas atau cabut hingga sampai ke akarnya. Justru di musim penghujan inilah rerumputan yang kita rawat dengan baik akan menunjukkan keindahannya karena tampak hijau dan sejuk di mata. Di samping itu, tanah yang ditumbuhi rerumputan cenderung tidak becek atau ājeblokā ketika sering dilewati orang atau kendaraan.
Di musim kemarau dimana suplai air terbatas, kita memang perlu menyiraminya dengan air sesuai ketersediaan agar tidak mati seluruhnya. Biasanya di musim ini, banyak rerumputan tampak kering dan kurang sedap dipandang mata. Namun hal ini bukanlah alasan untuk mencabut dan menghabisinya sebab rerumputan itu meskipun kering dan tampak mati tetap bisa melapisi tanah danĀ tidak menghasilkan banyak debu yang dapat mengganggu kesehatan dan kebersihan lingkungan kita.
Allah SWT mengingatkan dalam Al-Qurāan, Surah Ar-Ruum, ayat 41:
Artinya: āTelah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan-tangan manusia, supaya allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).ā
Ayat di atas menegaskan bahwa kerusakan yang terjadi di atas bumi, termasuk debu-debu yang menganggu kesehatan dan kebersihan lingkungan kita, disebabkan oleh perbuatan kita sendiri seperti bersikap tidak ramah terhadap rerumputan di sekitar kita. Memang tidak ada jaminan 100 persen bahwaĀ rerumputan akan menghentikan dihasilkannya debu-debu oleh tanah. Namun setidaknya bisa mengurangi cukup signifikan.
Dengan demikian, bersikap ramah terhadap rerumputan dan membiarkannya hidup serta merawatnya dengan baik merupakan kesalehan ekologis yang selalu ditunggu-tunggu oleh alam lingkunganĀ kita demi kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan bersama.Ā Apalagi di saat sekarang di mana kerusakan ekologis dan pencemaran lingkungan terus memburuk dari waktu ke waktu. Adalah manusia dan bukan malaikat yang harus bertanggung jawab terhadap masalah ini karena merekalah yang dijadikan Allah SWT sebagai khalifah di bumi sebagaimana ditegaskan di dalam Al-Qurāan, Surah Al-Baqarah, Ayat 30 sebagai berikut:
Artinya: āDan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, āAku hendak menjadikan khalifah di bumi.ā Mereka berkata, āApalah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu.ā
Singkatnya, ayat di atas menegaskan bahwa justru karena manusialah yang melakukan kerusakan di bumi, maka merekalah yang diberi tanggung jawab oleh Sang Pecipta untuk menjaga kelestariannya dengan dijadikan mereka sebagai khalifah supaya mereka mengetahui sendiri akibat langsung dari apa yang diperbuatnya di muka bumi ini.
Muhammad Ishom, adalah dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta
Terpopuler
1
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
2
Khutbah Idul Adha: Menanamkan Nilai Takwa dalam Ibadah Kurban
3
Bolehkah Tinggalkan Shalat Jumat karena Jadi Panitia Kurban? Ini Penjelasan Ulama
4
Khutbah Idul Adha: Implementasi Nilai-Nilai Ihsan dalam Momentum Lebaran Haji
5
Khutbah Idul Adha Bahasa Jawa 1446 H: Makna Haji lan Kurban minangka Bukti Taat marang Gusti Allah
6
Khutbah Idul Adha: Menyembelih Hawa Nafsu, Meraih Ketakwaan
Terkini
Lihat Semua