Syariah

Beberapa Ketentuan Kurban saat Terjadi Beda Waktu Hari Raya

Jum, 10 Juli 2020 | 12:00 WIB

Beberapa Ketentuan Kurban saat Terjadi Beda Waktu Hari Raya

Penyembelihan hewan kurban harus memastikan bahwa pihak yang berkurban sudah memasuki tanggal 10 Hijriah dari bulan Dzulhijjah menurut versi pendapat yang ia anut.

Seiring adanya perbedaan mengenai sumber rujukan sebagai pedoman penetapan hari raya Idul Adha, umat Islam terkadang harus mengalami dilema mengenai waktu penyembelihan hewan kurban. Setidaknya ada dua kondisi yang mungkin terjadi di masyarakat mengenai hal itu, yaitu: 


•    Orang yang berkurban merayakan hari raya sama dengan jamaah masjid setempat

•    Orang yang berkurban, merayakan hari raya berbeda dengan jamaah masjid setempat

    
Terhadap hal ini, dibutuhkan langkah penyikapan dalam bentuk tata laksana penyembelihan hewan kurban. Pertimbangan pokok dalam kondisi sedemikian rupa ini adalah memperhatikan kondisi pihak yang sedang berkurban. 


Pertama, bagaimanapun juga bahwa ibadah kurban harus dilaksanakan memenuhi syarat dan ketentuan berkurban, khususnya terkait dengan waktu. Hewan kurban hanya sah dilakukan bila hewan tersebut disembelih pada tanggal 10, 11, 12 atau 13 Hijriah. 


Nash yang menyatakan waktu penyembelihan dilakukan pada tanggal 10 Dzul Hijjah, di antaranya adalah hadits riwayat Imam Ahmad. Imam Ahmad meriwayatkan dari Buraidah radhiallahu anhu, dia berkata:


كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ ، وَلا يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ ، فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ 


“Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak berangkat untuk shalat Idul Fitri sebelum makan dan tidak makan pada hari Idul Adha kecuali setelah pulang (dari shalat), lalu beliau makan dari hewan kurbannya.”


Adapun nash yang menyatakan bahwa ibadah kurban bias dilaksanakan pada hari tasyriq, salah satunya adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:


كل منى منحر ، وكل أيام التشريق ذبح


“Semua Mina adalah tempat menyembelih (hadyu) dan semua hari tasyrik adalah waktu untuk menyembelih.”


Kedua, bila pihak yang berkurban mengikuti ketetapan hari raya pihak lain yang berbeda dengan masjid setempat, maka ketetapan waktu yang musti diikuti adalah menyesuaikan dengan 10 Hijriahnya pihak yang berkurban (mudlahhi). Panitia kurban dalam hal ini kedudukannya selaku wakil dari pihak mudlahhi.


ويجب على الوكيل موافقة ما عين له الموكل من زمان ومكان وجنس ثمن وقدر كالأجل والحلول وغيرها اودلت قرينة قوية من كلام الموكل اوعرف اهل ناحيته فإن لم يكن شيئ من ذلك لزمه العمل بالأحوط 


“Wajib atas wakil melaksanakan pekerjaan sesuai dengan apa yang ditentukan kepadanya oleh pihak yang mewakilkan (muwakkil), mulai dari zaman, tempat, jenis, harga dan kadar, seperti tempo, waktu pelunasan, dan selainnya. Atau meminta bukti yang kuat terkait dengan kalamnya muwakkil, baik berupa pengetahuan penduduk sekitar muwakkil. Apabila hal ini tidak ditemukan juga, maka ia berkewajiban melakukan pekerjaan yang dilakukan dengan prinsip hati-hati.” (Bughyatu al-Mustarsyidin, halaman 250)


Ketiga, penyembelihan hewan kurban yang dilakukan sebelum pihak yang berkurban memasuki tanggal 10 Hijriah yang diikutinya, menjadikan sembelihan hewan kurban tersebut menjadi tidak sah. 


ومتى خالف الوكيل الموكل فى بيع ماله بأن باعه الوجه المأذون فيه أو فى الشراء بعينه بأن اشترى له بعين ماله على وجه لم يأذن له فيه فتصرفه باطل لأن الموكل لم يرض بخروج ملكه على ذلك الوجه


“Ketika seorang wakil bertindak tidak sesuai dengan kehendak orang yang mewakilkan dalam menjualbelikan hartanya, seperti jika menjual barang yang diwakilkan padanya, atau membelikannya sesuatu menurut cara yang tidak diizinkan kepadanya, maka pengelolaannya wakil dalam konteks ini adalah bathil (batal). Sebab pihak muwakkil (orang yang mewakilkan/berkurban) tidak ridha dengan cara yang dilakukannya yang keluar dari apa yang sudah ditentukannya.” (Mughni al-Muhtaj, Juz 2, halaman 229)


Keempat, penyembelihan hewan kurban harus memastikan bahwa pihak yang berkurban sudah memasuki tanggal 10 Hijriah dari bulan Dzulhijjah. 


اودلت قرينة قوية من كلام الموكل اوعرف اهل ناحيته فإن لم يكن شيئ من ذلك لزمه العمل بالأحوط


“Atau meminta bukti yang kuat terkait dengan kalamnya muwakkil, baik berupa pengetahuan penduduk sekitar muwakkil. Apabila hal ini tidak ditemukan juga, maka ia berkewajiban melakukan pekerjaan yang dilakukan dengan prinsip hati-hati.” (Bughyatu al-Mustarsyidin, halaman 250)


Kelima, kesalahan yang berkaitan dengan waktu penyembelihan hewan kurban, menjadikan pihak yang ditunjuk sebagai wakil mudlahhi (pihak yang berkurban) wajib mengganti hewan kurbannya mudlahhi karena kurban tersebut menjadi tidak sah.


ومتى خالف شيأ مما ذكر فسد تصرفه وضمن قيمته يوم التسليم ولو مثليا 


Apabila wakil bertindak di luar ketentuan muwakkil sebagamana telah disebutkan, maka penasarufan harta tersebut menjadi rusak, dan ia bertanggung jawab dalam mengganti rugi harga hewan sesuai hari diterimanya hewan tersebut oleh mudlahhi, atau dengan harga mitsil.” (Hasyiyah I’anatu al-Thalibin, juz 3, halaman 106). 


Wallahu a’lam bi al-shawab


Ustadz Muhammad Syamsudin, Pengasuh Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri, Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur; Peneliti Bidang Ekonomi Syariah di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur
 


Baca juga artikel seputar kurban lainnya di Kumpulan Artikel tentang Ibadah Kurban