Ibarat sebuah bangunan rumah, generasi awal para pendiri IPNU telah meletakkan fondasi yang kokoh dengan rumusan asas dan tujuan organisasi, sehingga menjadikan organisasi pelajar NU ini dapat tegak berdiri hingga di usianya sekarang, memasuki 64 tahun.Â
Asas dan tujuan tersebut, telah dirancang sejak pertemuan awal di Semarang tanggal 24 Februari 1954, yang kemudian ditetapkan sebagai tanggal Hari Lahir (Harlah) IPNU.Â
Rancangan tersebut kemudian dimatangkan dengan melakukan konsolidasi antar cabang (Konferensi Panca Daerah) yang diselenggarakan di Surakarta, selang dua bulan setelah diadakan pertemuan di Semarang.Â
Lalu, siapa sajakah yang terlibat dalam proses awal pendirian IPNU? Berikut NU Online merangkum profil singkat yang bisa disebut sebagai generasi peletak fondasi atau generasi '54.Â
1. Moh. Tolchah MansoerÂ
Pada Konferensi Panca Daerah, Tolchah ditetapkan sebagai Ketua Umum PP IPNU. Di bawah kepemimpinan Tolchah, IPNU menjelma menjadi sebuah kekuatan baru NU di kalangan pelajar.Â
Di awal kepemimpinannya, praktis ia banyak menghabiskan waktunya untuk melakukan konsolidasi ke daerah-daerah, mengenalkan IPNU serta membangun kesadaran ideologis kader. Hasilnya tak sia-sia, berawal dari hanya beberapa cabang, setelah dua tahun berdiri, IPNU saat itu berkembang pesat dan memiliki kurang lebih 100 cabang.Â
Tolchah pun dipercaya menjadi Ketua Umum IPNU hingga empat kali selama tiga periode, sebelum akhirnya digantikan Ismail Makky pada Muktamar IPNU ke-IV di Yogyakarta tahun 1961.Â
2. M. Sufyan CholilÂ
Sufyan Cholil merupakan kawan Tolchah semasa ia sekolah dan nyantri di Yogyakarta. Dalam konteks sejarah IPNU, Sufyan termasuk dari tiga orang yang hadir pada Konbes Ma'arif NU di Semarang, yang kemudian disebut sebagai pendiri IPNU.Â
Cucu dari KH Ma'shum Cholil Jombang itu juga ikut hadir dalam Konferensi Panca Daerah di Surakarta. Pada kepengurusan PP IPNU periode pertama, ia didapuk menjadi Ketua II.Â
3. Abdul Ghony FaridaÂ
Serupa dengan Sufyan Cholil, Abdul Ghony Farida menjadi perwakilan dari Semarang (tuan rumah) pada momentum disahkannya keberadaan IPNU pada tanggal 24 Februari 1954.Â
Dalam sebuah catatan yang ditulis oleh KH Tolchah Mansoer, ia menyebut sosok Abdul Ghony Farida sebagai tokoh perintis IPNU, khususnya di Jawa Tengah.Â
"Sdr Abd. Ghani Farida (Semarang), kawan saja jang sangat keras, dan tidak ketjil djasanja dalam merintis IPNU di Djawa Tengah pada sa’at2 orang membentji dan mentjatji NU," ungkap Tolchah.Â
4. Mustahal A.MÂ
A.M merupakan kepanjangan dari Ahmad Masyhud, seorang tokoh ulama NU yang kharismatik di Surakarta. Rupanya, keluarga Mustahal mewarisi darah sebagai pejuang NU.Â
Selain dirinya, saudarinya Mahmudah Mawardi pernah menjadi Ketua PP Muslimat NU selama beberapa periode. Begitu juga dengan keponakannya, Chalid Mawardi dan Farida Mawardi juga ikut menjadi aktivis NU sejak mereka remaja.Â
Mustahal termasuk bagian dari tiga pendiri IPNU, yang hadir di Semarang tahun 1954. Ia juga ikut mendukung awal lahirnya IPPNU, seperti yang disampaikan salah satu pendirinya, Nyai Umroh Mahfudhoh.Â
"Dulu saya kos di rumah Pak Mustahal Ahmad Solo. Pada saat itu, Pak Mustahal-lah yang mendukung berdirinya organisasi pelajar putri. Dia selalu menyemangati kami agar mampu secara mandiri mendirikan organisasi," kenang Nyai Umroh pada buku Biografi KH Moh Tolchah Mansoer.Â
5. Asmoeni IskandarÂ
Sebelum IPNU berdiri, sebetulnya sudah ada beberapa organisasi pelajar NU yang sudah berdiri di beberapa daerah. Diantaranya PERPENO (Persatoean Peladjar Nahdatoel Oelama) yang didirikan pada 13 Juni 1953 di Kediri. Tokoh pendirinya antara lain Asmoeni Iskandar.Â
Asmoeni pula yang kemudian yang mewakili Kediri untuk mengikuti pertemuan lima daerah (Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Jombang, dan Kediri) yang diselenggarakan di Surakarta tahun 1954.Â
6. Moh. Djamhari ASÂ
Djamhari yang juga menjadi kawan Tolchah di Yogyakarta, termasuk dalam peserta yang hadir dalam Konferensi Panca Daerah. Ia juga ikut dalam kepengurusan PP IPNU periode proklamasi (1954-1955) sebagai anggota/pembantu umum.Â
Perjuangannya di NU pun tak kenal lelah. Tercatat di kemudian tahun, ia pernah mengemban amanah sebagai Ketua PWNU DIY pada tahun 1960-an. Ia juga pernah menjadi anggota DPD serta Wakil Ketua DPRD Yogyakarta.Â
***Â
Selain nama-nama di atas, tentu sebetulnya masih banyak nama lain yang peran dan jasanya tak kalah hebat dan besar di awal berdirinya IPNU.Â
Mereka antara lain Musa Abdillah, Ahmad Al Fatih, Md Asrof Wibisono, Sochib Bisri, Abd. Chaq, Chalid Mawardi, Ismail Makky, Moensif Nahrowi, M. Zamroni, Abdullah Azmi, Slamet Effendi, A. Djari, Mulyono, Musa Abd. Aziz, Djamaluddin A. Sadjad, AA Murtadho, Suwigjo, Shobih Ubaid, M. Said Budairy, Mahbub Djunaedi, dan nama-nama lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu demi satu. Merekalah para peletak fondasi awal bangunan organisasi yang bernama IPNU.Â
Tulisan penutup dari tiga serial singkat untuk menyambut Harlah IPNU ke-64 ini, kiranya dapat memantik semangat para kader IPNU pada khususnya, agar semakin memahami serta tertarik untuk menulis kembali sejarah IPNU.Â
Sebab dari sejarahlah, kita bisa memahami makna dan tujuan sebuah organisasi dibuat, sebagai fondasi untuk menghadapi masa mendatang. Dengan membaca sejarah pula, kita dapat menjadi pribadi yang mengingat nama serta jasa para pendahulu.Â
Semoga kita dapat meneladani dan meneruskan perjuangan mereka. Aamiin. Lahumu Al-Fatihah! (Ajie Najmuddin)