Oleh Muhammad Sulton Fatoni
Sabtu pagi (9/6), suasana Gedung PBNU mulai ramai didatangi warga Jakarta yang akan mudik ke kampung halaman. Sudah delapan tahun terakhir PBNU mengadakan ‘Mudik Bareng’ dan selalu ditunggu para perantauan di Jakarta yang membutuhkannya. PBNU pun memasang tenda besar di halaman. Sekitar 3000 pemudik memadati masjid, lorong gedung, tenda besar hingga meluber ke trotoar. Sementara di bahu jalan Kramat Raya telah terparkir 49 bus siap untuk menghantarkan para pemudik ke berbagai tujuan.
Kata ‘mudik’ memang cukup akrab di telinga masyarakat Indonesia. Khususnya di hari-hari menjelang Idul Fitri, mudik mempunyai daya magis luar biasa. Ia mampu menggerakkan lautan manusia dari satu tempat ke tempat lain.
Kata ‘mudik’ bagi seorang Muslim tak sekedar kembali ke kampung halaman. Ia menjadi bagian penting dari macam-macam ibadah yang terdapat di bulan Ramadhan. Mudik bermakna kembali merajut tali persaudaraan. Tidak hanya merajut juga memperkuat dan memelihara tautan hati antarmanusia.
Kekuatan ‘mudik’ ini sejatinya adalah implementasi atas perintah Allah SWT untuk memelihara silaturahmi dan menghindari bermaksiat kepada Allah SWT dalam bentuk terputusnya tali persaudaraan (QS: Ar-Ra’d: 21).
Rasulullah SAW pun mengajarkan urgensi menjaga tali persaudaraan. Seseorang yang mampu memelihara tali persaudaraannya pertanda ia termasuk orang yang mempunyai keimanan. Rasulullah SAW juga mengingatkan terdapat resiko yang sangat dahsyat saat seseorang memutus tali persaudaraan (Fal yatabawwa’ maq’adahu minan nar).
Selain terkait dengan silaturahmi, mudik juga mempunyai motif saling berkunjung. Kang Supri berkunjung ke rumah Bang Thoyyib dan Bang Thoyyib menghormati serta memuliakan Kang Supri yang hadir di rumahnya. Pada proses saling berkunjung ini terjadi saling memuliakan tamu. Inilah ajaran Rasulullah SAW kepada umatnya agar saling memuliakan tamu yang hadir ke kita (Ikramud dhayf).
Mudik juga terkait dengan motif membangun komunikasi sosial. Saat saling berkunjung dalam suasana Idul Fitri, terjadi komunikasi yang santun penuh keakraban. Kang Supri berbincang akrab dengan Bang Madun. Muncul suasana harmoni dan terawatnya solidaritas sosial. Suasana ini implementasi dari ajaran Rasulullah SAW agar kita bertutur kata yang baik atau memilih pasif jika tak mampu (Qul khairan aw liyasmut).
Silaturahmi, memuliakan tamu dan komunikasi sosial yang baik adalah hal penting dalam upaya mewujudkan masyarakat yang mempunyai empati kemanusiaan. Masyarakat yang hidup berlandaskan kebersamaan dan cinta kasih (At-ta’awwun wal mahabbah). Rasulullah SAW sendiri yang mengaitkan urgensi silaturahmi, memuliakan tamu dan komunikasi sosial dengan keimanan seseorang sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Maka mudik adalah ibadah untuk melakukan tiga hal penting tersebut. Ibarat seseorang yang perlu berwudhu sebelum melaksanakan shalat maka mudik pun ibadah yang menjadi pintu masuk menuju ibadah-ibadah selanjutnya.
Penulis adalah Ketua PBNU
Terpopuler
1
Idul Adha Berpotensi Tak Sama, Ketinggian Hilal Dzulhijjah 1446 H di Indonesia dan Arab Berbeda
2
Pemerintah Tetapkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025 M
3
Hilal Terlihat, PBNU Ikhbarkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025
4
Gus Baha Ungkap Baca Lafadz Allah saat Takbiratul Ihram yang Bisa Jadikan Shalat Tak Sah
5
Pengrajin Asal Cianjur Sulap Tenda Mina Jadi Pondok Teduh dan Hijau
6
Pos-Pos Petugas Penentu Kelancaran Lalu Lintas Jamaah di Jamarat Mina
Terkini
Lihat Semua