Fragmen KEARIFAN KIAI (6)

Kiai Mustain Tolak Tawaran Jabatan Residen

Sel, 8 September 2015 | 01:01 WIB

Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk memecah belah kekuatan bangsa Indonesia, salah satunya dengan cara menggaet para tokoh bangsa, termasuk para kiai.
<>
Cara kasar maupun halus mereka lakukan agar para kiai yang dicintai rakyat ini tunduk dan menuruti pada kepentingan mereka. Cara halus, semisal dengan pemberian jabatan kekuasaan atau berupa penghargaan bintang, seperti yang pernah dialami Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari yang pernah ditawari bintang perak oleh kolonial Belanda, melalui Van der Plas.

Nah, salah satu kiai yang mendapat godaan tersebut adalah salah satu tokoh yang pernah menjadi Wakil Rais ‘Aam PBNU, KH Raden Mustain. Pada tahun 1948, KH R Mustain, masih menjabat sebagai Bupati Tuban, ikut bergerilya bersama pejuang lainnya menghadapi Agresi Militer Belanda II. Sementara ia bergerilya, istri dan keluarganya dititpkan di rumah KH Dahlan, kakak ipar Kiai Mustain.

Utuk meredam perlawanan yang dipimpin Kiai Mustain itu, Belanda kemudian mengutus (lagi-lagi) Van der Plas, untuk menemui Kiai Mustain dan membujuknya agar menghentikan perlawanan kepada Belanda.

Bagi Van der Plas sendiri, nama Mustain bukanlah asing baginya, sebab semasa Mustain menuntut ilmu di Mekkah, kebetulan ia juga bertugas di sana sebagai Konsulat Jendral. Makanya, tak heran pihak Belanda mengutus Van der Plas yang juga mahir berbahasa Arab untuk membujuk para kiai.

Setiap dua minggu sekali, Van der Plas datang ke kediaman KH Dahlan, untuk menyampaikan pesannya kepada Kiai Mustain. Kepada istri Kiai Mustain, ia menawarkan jabatan residen, yang tentu lebih tinggi dibandingkan bupati.

“Kalau mau kompromi, nanti akan dijadikan Residen,” demikian tawaran dari Van der Plas.

Namun, bagi Kiai Mustain tawaran jabatan tersebut tak meluluhkan hatinya. Meski, setiap dua minggu sekali Van der Plas terus datang dan menawarkan hal serupa, namun ia tetap kokoh pada pendiriannya, untuk bersama ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan bangsa ini.

Setahun berselang, pendiriannya yang gigih ini membuahkan hasil. Bangsa Indonesia berhasil mempertahankan kemerdekaannya, dan Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia.

Hingga tahun 1956, Kiai Mustain tetap dipercaya untuk mengemban amanah sebagai Bupati Tuban. Pada tahun 1952, ia bersama 10 tokoh lainnya, menginisiasi lahirnya partai NU di Tuban, selepas dari Masyumi. (Ajie Najmuddin)


Sumber terkait: Ahmad Mundzir dan Nurcholis. Perjalanan NU Tuban Dari Masa ke Masa (1935-2013). PCNU Tuban. 2014.