Santri yang Enggan Menjadi Kiai
Jakarta, NU.Online Di tengah gejolak revolusi 1946, para tokoh NU selalu mengkonsolidasi kekuatan rakyat ke seluruh daerah. Walaupun situasi politik tegang, namun di tengah dentuman revolusi itu, suasana santai dan akrab masih tetap terbangun. Terutama ketika ketemu para kiai pesantren setempat yang saat itu merupakan simpul-simpul gerakan kemerdekaan.
“Bagaimana kabarnya Khadratusy syaikh,” bertanya H. Ihwan seorang kiai di Purworejo kepada KH. Wahid Hasyim.. “Alhamdulillah, baik-baik saja. Pernahkah bertemu dengan beliau?” Gus Wahid bertanya pada H. Ihwan “Sejak beberapa tahun saya sering menghadap beliau di Tebuireng. Bukan karena saya belajar mengaji di pesantren, tapi karena menjadi suruhan mertua saya, Haji Siraj, berurusan dengan Hadlratusy Syaikh mengenai perdagangan nila (daun terum).” Haji ihwan menjelaskan. “Ayah saya itu dulu berdagang nila dengan Hadlratus Syaikh. Sebagai menantunya Kang Haji Ihwan ini sering diutus ayah tebuireng untuk urusan dagang nila,” H. Azhari membantu menjelaskan.
Senin, 16 Juni 2003 | 04:51 WIB