Syariah

Hukum Menggunakan Fasilitas Kelompok Disabilitas tanpa Hak

Jum, 11 Januari 2019 | 03:05 WIB

Hukum Menggunakan Fasilitas Kelompok Disabilitas tanpa Hak

Penyediaan fasilitas khusus bagi kelompok disabilitas sejatinya bukan bentuk pengistimewaan, melainkan bentuk penerapan prinsip keadilan.

Pemerintah melalui instansi dan lembaga terkait sudah mulai memberikan fasilitas khusus untuk kelompok disabilitas. Banyak sarana umum yang dibangun untuk mengakomodasi kelompok disabilitas.
 
Sejumlah sarana yang dapat disebutkan antara lain adalah lantai kuning penunjuk jalan, tanjakan dan eskalator tanpa undakan untuk pengguna kursi roda, lift, dan lain sebagainya baik di jalan maupun di dalam ruangan seperti toilet dan lainnya. Hal ini tidak lepas dari amanat UU Nomor 8 Tahun 2016 terkait penyediaan sarana dan prasarana publik yang ramah disabilitas.
 
Sarana umum yang disediakan khusus untuk kalangan disabilitas ini masih terbilang minim karena belum menjangkau kelompok disabilitas yang sangat beragam jenisnya. Di tengah situasi ini, kita masih juga menemukan orang tanpa disabilitas menggunakan fasilitas khusus yang diperuntukkan bagi kelompok disabilitas.
 
Di samping mencederai kemanusiaan, praktik ini juga jelas bertentangan dengan syariat Islam. Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU dalam buku Fiqih Penguatan Penyandang Disabilitas menyatakan bahwa tidak diperbolehkan bagi nondisabilitas merampas atau memakai fasilitas yang disediakan khusus untuk kelompok disabilitas.
 
Pihak LBM PBNU menganalogikan atau melakukan ilhaq larangan tersebut dengan larangan benda yang diawaqafkan untuk kepentingan tertentu yang tidak boleh dialihkan atau dirampas untuk selain kepentingan yang telah ditentukan.
 
ولا يجوز صرف شيء من الوقف ولو مطلقا في تزويق ونقش ونحوهما بل الوقف على ذلك باطل… ولا يجوز صرف ما وقف لشيء من ذلك على غيره منه
 
Artinya, “Penyaluran waqaf tidak boleh dilakukan secara mutlak untuk membuat hiasan-hiasan mewah dan pahatan patung karena waqaf untuk semua itu terbilang batil… Waqaf-waqaf ini tidak boleh disalurkan untuk tujuan lain,” (Lihat Syihabuddin Al-Qalyubi, Hasyiyatul Qalyubi, [Beirut, Darul Fikr: 1998 M/1419 H], juz III, halaman 109).
 
Dari keterangan, kita dapat menarik simpulan bahwa penggunaan fasilitas khusus untuk kelompok disabilitas merupakan tindakan yang mencederai rasa kemanusiaan dan pelanggaran atas syariat Islam sekaligus.
 
Pada asasnya, prinsip keadilan mengharuskan semua orang diperlakukan secara sama tanpa pengecualian. Tetapi bagi kelompok disabilitas, perlakuan yang sama justru mendiskriminasi mereka dalam aksesibilitas sarana umum yang juga menjadi hak mereka.
 
Dengan demikian, penyediaan fasilitas khusus bagi kelompok disabilitas sejatinya bukan bentuk pengistimewaan, tetapi justru ujud penerapan atas prinsip keadilan. Sayangnya, perbedaan persepsi dan mungkin juga sebab ketidaktahuan sebagian orang akan hal ini sering kali menyulitkan penyandang disabilitas. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)