Opini

Keindahan Maulid Nabi di Sudan

Sel, 20 November 2018 | 14:40 WIB

Keindahan Maulid Nabi di Sudan

Maulid Nabi di Sudan

Oleh Muhammad Wildan Habibi

Negeri Seribu Darwis adalah julukan yang biasa dinisbatkan kepada Sudan. Darwis sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti sufi yang sengaja 'hidup miskin', sebagai jalan untuk mencapai kesempurnaan jiwa. Ini menandakan bahwa meraka sengaja meninggalkan urusan duniawi demi menuju ketenangan jiwa. Dalam istilah sufi sendiri disebut dengan zuhud. 

Istilah zuhud sudah tidak asing lagi bagi kaum sufi seperti di negeri Sudan, sangat banyak ditemui sufi-sufi di negeri yang wilayahnya menjadi pertemuan dua Sungai Nil, yakni Sungai Nil Putih dan Sungai Nil Biru.

Para sufi memiliki cara tersendiri untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Lewat tarekat, sufi menemukan kecintaanya kepada Allah Yang Maha Mencintai. Metode seperti ini adalah sebuah tekad yang jiwanya telah tersadarkan akan pentingnya mendekatkan diri kepada Allah. Dalam sebuah tarekat memiliki  beragam cara tersendiri untuk melakukan ritual peribadatan. Semuanya memiliki amalan wirid yang berbeda, tetapi tujuannya tetap sama yaitu untuk mencapai tingkat kerohanian yang mulia di jalan Allah dan tidak keluar dari syariat Islam.

Tak beda dengan negeri-negeri dengan penganut agama Islam lainnya, pada tanggal 12 Rabi’ul Awal, Sudan juga ikut merayakan Maulid Nabi. Dengan ciri khas kebudayaan lokalnya, ada banyak acara yang dilakukan masyarakat Sudan, mulai parade musik dan reunian ahli tarekat.

Reunian ahli tarekat atau lebih dikenal dengan Maulid Tarekat ini sudah menjadi tradisi yang lazim. Acara reunian ahli tarekat ini diadakan 12 hari bermulai pada tanggal 1 Rabi’ul Awal  dan acara puncaknya pada tanggal 12 Rabi’ul Awal. 

Acara tersebut bertempatkan di maidan maulid atau lapangan yang khusus untuk acara Maulidan. Didirikan pula stan-stan dari berbagai tarekat memenuhi lapangan khusus untuk acara Maulid. Selain berbagai macam stan-stan tarekat di medan Maulid, ada juga berbagai penampilan grup shalawat dengan kostum khas dari setiap tarekat.

Maidan Maulid salah satunya terletak di depan Masjid Imam Almah di kota Omdurman. Bukan hanya di kota Omdurman, namun juga di Kota Bahri yaitu berada di Karthoum utara berbatasan dengan kota Omdurman yang digarisi dengan dua sungai Nil. Maulid di kota Bahri hanya beberapa tarekat saja yang terlibat, karena lebih meriah di kota Omdurman yang memang pertama kalinya acara Maulid Tarekat Festival Fair didirikan, yakni sekitar 70-80 tahun yang lalu.

Dahulu hanya beberapa tarekat yang ikut berpartisipasi memeriahkan acara tersebut. Seiring berjalannya waktu tarekat berkembang pesat, sehingga tahun ini saja ada lebih dari 50 stan tarekat yang mengikuti acara Maulid Festival Fair. Sebenarnya tarekat yang diikuti banyak masyarakat di Sudan hanya terdiri dari 6 tarekat, yaitu. Qadiriyah, Naqsabandiyah, Sadziliyah, Samaniyah, Tijaniyah, Mighraniyah. Hal yang menjadikannya  semakin bertambah banyak stan di maidan Maulid adalah  para mursyid dari tarekat tersebut membuat cabang dengan  nama mursyidnya menjadi nama tarekat baru.

Tarekat di Sudan mempunyai suatu ciri yang khas, yang dalam hal ini mengadopsi dari budaya setempat. Hal itu seperti yang dilakukan para Walisanga di tanah Jawa untuk membumikan islam agar dapat diterima di masyarakat dengan ramah tanpa adanya pertumpahan darah.

Di Indonesia setelah selesai melakukan mujahadah melalui dzikir dan suluk, kemudian ramah tamah menyantap hidangan yang disediakan. Di Sudan setelah melakukan ramah tamah para ahli tarekat membuat lingkaran dengan disertai pembacaan dzikir dan diiringi musik sambil bergandengan tangan berputar-putar dan membaca dzikir sesuai yang diajarkan para mursyidnya.

Pada momen ini, banyak juga pengunjung asing yang bersama-sama menikmati rangkaian acara perayaan Maulid Nabi dengan imbauan aurat tertutup. Agenda ini berlangsung selama tujuh hari berturut-turut, dimulai setelah shalat Isya sampai menjelang fajar. Para mursyid atau bisa disebut dengan khalifah, mengkondisikan para jamaah mereka untuk melakukan ritual keagamaan seperti membaca suluk dan pujian-pujian kepada Nabi Muhammad Saw.

Dalam kegiatan selama 12 hari, setiap tarekat mempunyai agenda masing-masing. Ada yang membaca Maulid Diba’iyah, shalawatan, dzikir, pengajian, dzikr dengan tarian sufi, cerita tentang perjuangan Nabi Muhammad mendakwahkan Islam. Semua kegiatan tersebut adalah bentuk selebrasi kegembiraan atas kelahiaran Baginda Nabi Muhammad Saw, Sang Kekasih Allah.

Sementara itu, stan-stan tarekat dipenuhi dengan gemerlap cahaya lampu warna-warni. Bendera masing-masing tarekat yang dikibarkan, membuat suasana maidan Maulid menjadi lebih meriah. Tak lupa jajanan khas Sudan bertebaran dipasarkan di luar area maidan Maulid. Jajanan ini disebut khalawiyah oleh masyarakat setempat, yang berarti manisan. Bentuk manisan yang dipasarkan seperti permen batangan besar-besar dan teksturnya kebanyakan keras. Jika akan menikmatinya, masyarakat mematah-matahkan atau mencelupkannya ke teh panas.

Di malam hari terahir Maulid Tarekat Festival mulai penuh dengan jamaah yang menghadiri acara tersebut sekalian penutupan acara pada masing-masing taketar. Ada penutupan yang dilakukan tarekat dengan memberi amalan, ada yang memberi ijazah syahadah, dan ada yang berupa piagam atas lomba yang dilakukan tarekat kepada para jamaahnya.

Selama acara berlangsung, maidan Maulid dipenuhi masyarakat yang mengharapkan berkah. Masyarakat tak peduli dengan cuaca dingin pada malam hari yang mencapai 15 derajat Celcius.

Keesokan harinya, setiap tarekat mempunyai kegiatan makan bersama di kediaman salah seorang dari jamaah tarekat yang mau menjadi tuan rumah. Sebelum acara makan-makan dimulai terdapat acara pembacaan syair-syair dan juga suluk layaknya ritual mujahadah mingguan dalam setiap tarekat.

Masyarakat sangatlah berbahagia dan sangat antusias dalam merayakan kelahiran baginda Nabi Muhammad Saw yang selalu menyejukkan ketika namanya disebut.

Penulis adalah warga NU yang tengah berada di Sudan.

Terkait

Opini Lainnya

Lihat Semua