Syariah

Menjawab Protes Vtubers soal Legalitas Vtube

Rab, 2 September 2020 | 18:40 WIB

Menjawab Protes Vtubers soal Legalitas Vtube

Dalam skema bisnis Vtube tersimpan unsur gharar (spekulatif) dan ghabn (penuh kecurangan) dengan menawarkan imbalan yang tinggi dengan produk bernama view point (VP) yang diperjualbelikan.

Tulisan tentang aplikasi Vtube di NU Online beberapa waktu lalu rupanya mendapat respons beragam dari pembaca. Banyak kalangan mengapresiasi karena merasa menemukan titik terang soal status hukum bisnis lewat platform ini, sebagaimana tulisan sebelumnya tentang Share4pay dan bisnis-bisnis yang menggunakan skema ponzi atau money game lainnya.

 

Namun demikian, ada pula sebagian orang, terutama Vtubers, pelaku bisnis Vtube, merespons dengan nada keberatan, bahkan beberapa sampai pada tahap mencaci-maki. Penulis menganggap itu adalah reaksi yang wajar saja. Apalagi bila itu disebabkan oleh unsur ketidaktahuan dan ketidakpahaman.

 

 

Sebelum memaparkan status Vtube dari perspektif hukum Islam, penulis sebenarnya sudah menyinggung status Vtube dari sudut pandang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dengan melampirkan tautan Siaran Pers OJK beromor SP-06/SWI/VII/2020 per 3 Juli 2020 yang menyatakan bahwa salah satu entitas yang diperintah menghentikan kegiatan usahanya oleh Satgas Waspada Investasi OJK adalah VTube, dengan alasan (1) tidak memiliki izin di Indonesia dan dinyatakan ilegal, dan (2) berpotensi merugikan masyarakat. Jadi, seharusnya sampai di sini, tulisan tersebut sudah bisa disimpulkan ke mana arah yang hendak dituju.

 

Siaran Pers OJK ini kemudian ditindaklanjuti oleh Kementerian Kominfo dengan memblokir situs resmi Vtube, dengan alamat link asli fvtech.id yang sebelumnya pernah terdaftar di Kominfo pada tanggal 10 Maret 2020 dengan Nomor Regristrasi 02376/DJAI.PSE/03/2020. Akibat pemblokiran tersebut, jika anda mengakses link alamat resmi Vtube itu, maka anda akan selalu diarahkan ke halaman “internet positif” disebabkan potensi negatifnya link yang dimaksud terhadap masyarakat luas.

 

Yang jadi pertanyaan, mengapa link yang penulis sertakan itu tidak dibaca oleh kalangan Vtubers tersebut? Kami justru menunggu respons dari entitas perusahaan PT Future View Tech selaku penerbit dari platform Vtube, bukan sekadar Vtuber, untuk menggunakan hak jawabnya. Mengapa OJK hingga bertindak demikian bila memang tak melanggar undang-undang? Lantas mengapa masih memasarkan produknya hingga detik ini?

 

Menjawab Sejumlah Sanggahan

Salah satu Vtubers mengirim surat elektronik dengan mengatakan bahwa apa yang disampaikan oleh penulis jauh dari tradisi NU yang mengedepankan tabayyun, sembari mengirimkan beberapa lembar surat yang dilampirkan untuk menegaskan bahwa PT Future View Tech sebagai yang legal. Semua surat itu memakai kop Pemerintah Republik Indonesia dan salah satu suratnya mengatasnamakan pihak Kementerian Kominfo. Tanggal surat penerbitan, adalah 18 Januari 2020 atas nama perusahaan terlampir. Juga ada tangkapan layar yang menampilkan logo NU dan Kominfo sebagai institusi pendukung bisnis ini. Namun penulis merasa ada yang kurang, yaitu lampiran yang menegaskan telah terjadi kerja sama antara Vtube, PBNU dan Kominfo. Padahal, pencatutan logo NU ini sering dipergunakan untuk melakukan promosi bisnis terlarang ini di kalangan warga NU pada khususnya.

 

Pertanyaannya, apakah PT Future View Tech pernah mengonfirmasi dan melakukan izin terhadap penggunaan ini? Dan mengapa mereka tidak menggunakan izin?

 

Anggap bahwa semua surat-surat yang dilampirkan dalam email adalah bukti legalitas PT Future View Tech. Di dalam salah satu surat (Surat Izin Usaha) itu terdapat 3 butir catatan dari pemerintah.

 

Pertama, Pelaku Usaha wajib menyelesaikan komitmen perizinan sesuai peraturan perundang-undangan. Kedua, Pelaku Usaha yang telah mendapatkan izin usaha tersebut dapat melakukan kegiatan sebagaimana tercantum pada Pasal 38 ayat (1) dengan tetap memperhatikan ketentuan pada Pasal 38 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 2018. Ketiga, Pelaku usaha selanjutnya memproses  izin komersial/operasional jika dipersyaratkan sesuai peraturan dan perundang-undangan sebelum melakukan kegiatan komersial.

 

Selanjutnya, mari kita merujuk pada Pasal perundangan yang dimaksud! Di dalam Pasal 38 ayat (1), disebutkan bahwa Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dapat melakukan kegiatan: (a) pengadaan tanah; (b) perubahan luas lahan; (c) pembangunan bangunan gedung dan pengoperasiannya; (d) pengadaan peralatan atau sarana; (e) pengadaan sumber daya manusia; (f) penyelesaian sertifikasi atau kelaikan; (g) pelaksanaan uji coba produksi (commisioning); dan/atau (h) pelaksanaan produksi.

 

Dari kedelapan butir poin yang disinggung pada pasal tersebut,  pihak PT Future View Tech, dilaporkan oleh Siaran Pers Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 3 Juli 2020 sebagai yang secara tegas dinyatakan dihentikan oleh Satgas Waspada Investasi. Berikut tangkapan layar dari Lampiran II Siaran Pers OJK tersebut.
 


Dengan terbitnya surat ini, menandakan bahwa PT Future View Tech (Vtube) merupakan perusahaan yang dinyatakan secara resmi sebagai ilegal per 03 Juli 2020 yang bisa diakses di situs resmi OJK (ojk.go.id) (https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaran-pers/Pages/Siaran-Pers-Satgas-Waspada-Investasi-Perkuat-Koordinasi-dengan-Kepolisian-RI.aspx). Bukankah hal ini juga sudah disampaikan oleh penulis dalam tautan link rujukan pada tulisan terdahulu? Mengapa tidak dibaca?

 

Di dalam pengantar siaran persnya, pihak OJK secara tegas menyatakan: “penawaran usaha ilegal ini sangatlah mengkhawatirkan dan berbahaya bagi masyarakat karena (1) memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat untuk menipu dengan cara iming-iming pemberian imbal hasil yang sangat tinggi dan tidak wajar. (2) Selain itu banyak juga kegiatan yang menduplikasi website entitas yang memiliki izin sehingga seolah-olah website tersebut resmi milik entitas yang memiliki izin.

 

Alhasil, Vtube adalah entitas ilegal dan tak berizin serta tidak berhak beroperasi di Indonesia. Surat Izin Usaha yang sebelumnya pernah diterbitkan oleh pemerintah dalam rangka memperlancar persiapan kantor/gedung, secara tidak langsung sudah tidak berlaku lagi. Namun, sedari April 2020, sampai  dengan detik ini, ternyata Vtube masih beroperasi dan gencar menawarkan skema bisnisnya ke masyarakat.

 

Dan inilah yang mendorong penulis untuk melakukan riset terbatas terhadap skema bisnis Vtube, dan didapati bahwa dalam skema bisnis Vtube, tersimpan unsur gharar (spekulatif) dan ghabn (penuh kecurangan) dengan menawarkan reward yang tinggi dengan produk yang diperjualbelikan. Mereka memberi nama produk itu view point (VP). Produk ini adalah produk fiktif sebab ketiadaan underlying asset yang menyertainya, namun dipatok harga oleh pihak Vtube sebagai harga 1 dolar, tanpa ada penjelasan resmi dari mana asal harga 1 dolar tersebut. Dalam tulisan sebelumnya, penulis menyampaikan keberadaan produk fiktif ini, dengan memperhalus bahasa sebagai mal duyun (harta utang). Utangnya siapa? Utangnya pemilik VP terhadap member pembelinya.

 

 

Muhammad Syamsudin, S.Si., M.Ag, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jatim, dan Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah LBM PWNU Jawa Timur