Daerah

Zuhud, Bukan Tidak Boleh Kaya

NU Online  ·  Senin, 28 Mei 2018 | 13:30 WIB

Zuhud, Bukan Tidak Boleh Kaya

Direktur Aswaja Center, KH Abdul Haris

Jember, NU Online 
Zuhud sering kali diartikan salah sehingga seolah-olah umat Islam tidak boleh kaya, namun hidup apa adanya dan pasrah kepada Allah. Padahal jelas Islam tak melarang umatnya untuk meraih kekayaan setinggi apapun.  Bahkan Allah mewanti-wanti agar hamba-Nya tak melupakan urusan dunia sebagai bagian dari kehidupan manusia. 

Hal tersebut diungkapkan Direktur Aswaja Center, KH Abdul Haris saat mengisi acara Diagra (Dialog Agama Via Udara) di Masjid Besar Al-Baitul Amin, Jember, Jawa Timur, Sabtu (25/5).

Menurutnya, Zuhud jangan diartikan kere, kekurangan dan sebagainya. Pengertian  zuhud yang benar adalah melenyapkan keterkaitan hati dengan harta. Karena itu, siapapun boleh kaya, namun harta itu jangan diletakkan dalam hati. 

“Sehingga ketika harta yang kita punya dibutuhkan orang lain, maka harus diberikan. Kita tidak merasa eman dengan harta saat dibutukan orang,” urainya.

Dosen IAIN Jember itu menambahkan, yang dilarang dalam Islam adalah mengejar kekayaan dengan menumpuk harta tanpa merasa perlu untuk berbagi. Jadi harta itu seolah-olah sudah menyatu dengan hatinya, sehingga hanya diri dan keluarganya yang boleh menikmati kekayaan tersebut. “Itu namanya tamak, lawannya zuhud,” jelasnya.

Kiai Abdul Haris mengibaratkan harta dengan air laut. Orang yang meminum air laut, tak akan pernah hilang dahaganya. Semakin banyak air laut diteguk, semakin terasa kering kerongkongan, dan haus tak akan pernah lenyap. 

“Manusia memang tak ada puasnya dengan dunia. Tapi sedekah bisa menyelematkan ketamakan manusia atas harta,” tegasnya. (Aryudi Abdul Razaq/Muiz