Daerah

Tuntut Perppu KPK, Latunan Shalawat Warnai Demo Mahasiswa Jember

Rab, 2 Oktober 2019 | 02:30 WIB

Tuntut Perppu KPK, Latunan Shalawat Warnai Demo Mahasiswa Jember

Suasana unjuk rasa oleh Aliansi Mahasiswa Jember di gedung DPRD Jember (Foto: NU Online/Aryudi AR).

Jember, NU Online

Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Jember mendatangi gedung DPRD Jember, Selasa (1/10). Dengan memakai kaos hitam-hitam mereka melontarkan sejumlah tuntutan, diantaranya adalah mendesak pemerintah untuk menyelesaikan dugaan pelanggaran HAM, menerbitkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) KPK, dan menolak RUU tentang Pertanahan.

 

Mereka bergantian melakukan orasi terkait dengan masalah tersebut. Disaat jeda orasi, pengunjuk rasa melantunkan shalawat Nabi Muhammad. Shalawat tersebut diucapkan bersama-sama sehingga terdengar nyaring di pengeras suara.

 

Menurut salah seorang korlap aksi, Wildan, Undang-undang KPK yang sudah disahklan dalam rapat paripurna DPR belum lama ini, sesungguhnya bertentangan dengan kehendak rakyat. Buktinya demonstrasi untuk menolak revisi Undang-undang KPK, marak di mana-mana. Namun sejauh itu, DPR tidak mengindahkannya. Karena itu, pemerintah (Presiden Jokowi) perlu merespon kehendak rakyat untuk membatalkan revisi Undang-undang KPK dengan menertbitkan Perppu KPK.

 

“Kita ingin KPK tidak diganggu, biarlah bekerja untuk membasmi korupsi,” ujarnya.

 

Lajang asal Kalisat itu menambahkan, sampai saat ini KPK masih menjadi lembaga anti rasuah yang paling kredibel. Rakyat berharap besar pada KPK untuk menjadi lokomotif pemberantasan korupsi. Sehingga siapapun yang sengaja ingin melemahkan KPK, harus dilawan.

 

“KPK harus dibantu, rakyat selalu berada di belakang KPK,” jelasnya.

 

Dikatakannya, sejak lama memang ada pihak-pihak yang berusaha untuk melemahkan KPK dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan melakukan revisi terhadap Undang-undang KPK. Namun pada saat yang sama, rakyat selalu melawan.

 

“Dan akan terus melawan jika KPK dilemahkan,” ucapnya.

 

Di bagian lain, Wildan juga menyoroti RUU tentang Pertanahan. Menurutnya ada sejumlah pasal yang dinilai bertentangan dengan semangat refomasi agraria, misalnya pasal 26. Pasal itu mengatur perihal perpanjangan HGU (hak guna usaha) dengan durasi waktu begitu lama. Yakni dari semula 35 tahun menjadi 90 tahun.

 

Pasal tersebut, kata Wildan, terkesan sangat membela pengusaha. Sebab dengan durasi ‘sewa’ yang sangat lama itu, sama artinya dengan dibeli.

 

“Kami berharap agar pasal itu dihapus saja, dilkembalikan kepada yang lama,” harapnya.

 

Pewarta: Aryudi AR

Editor: Ibnu Nawawi