Jember, NU Online
Jangan berbicara nasionalisme tanpa memperbincangkan kesejahteraan. Sebab, saat ini bukan lagi jaman penjajahan, sehingga kesejahteraan menjadi ukuran tentang keberhasilan pemerintah dalam membangun bangsa.
Hal tersebut diungkapkan oleh angota Komisi E DPRD Jawa Timur, Moch. Eksan saat menjawab penanya pada Dialog Kebangsaan di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Jumat (28/4).
Menurutnya, kesejahteraan merupakan kata kunci dalam membangun nasionalisme bangsa. Jika kesejahteraan tercapai, maka nasionalsme akan datang dengan sendirinya di hati masyarakat.
"Jadi tidak bisa dibantah bahwa kesejahteraan adalah faktor penting dalam membangun nasionalisme. Artinya jika kita ingin nasionalisme atau rasa cinta terhadap bangsa dimiliki oleh masyarakat, maka kesejahteraan hidup perlu mereka rasakan. Tanpa kesejahteraan, nasionalisme sulit," tukasnya.
Secara teori, nasionalisme dalam artian yang ekstrem, tetap dipunyai oleh rakyat Indonesia. Yaitu nasionalisme dalam konotasi pembelaan ketika bangsa Indonesia diserang negara lain.
Katanya, jika bangsa Indonesia diejek atau diperlakukan tidak adil oleh bangsa lain, secara naluriah, rakyat Indonesia akan bergerak untuk membela. Tapi kondisinya saat ini sudah berbeda, bukan lagi zaman perang, sehinggaa nasionalisme yang seperti itu sudah tidak relevan.
"Nasionalisme yang dibutuhkan sekarang ini adalah bagaimana kita semua bisa melawan terhadap ancaman penjajahan yang samar, melalui penjajahan ekonomi, politik dan sebagainya," lanjutnya.
Wakil Ketua PCNU Jember itu menambahkan, Indonesia adalah negara agraris. Tapi anehnya, begitu banyak produk pertanian yang masih harus diimpor dari negara lain. Bukan hanya beras yang diimpor dari Thailand dan Vietnam, tapi juga gula, cabai dan sebagainya,bahkan garam juga diimpor.
"Kalau hal yang kita punya bahan bakunya saja, tidak bisa berdaulat, lalau bagaimana dengan yang lain. Di mana rasa nasionalisme kita," urainya. (Aryudi A. Razaq/Abdullah Alawi)