Daerah

Tangis Wali Santri Saat Anaknya Tidak Betah di Pesantren

Sab, 29 Juni 2019 | 01:30 WIB

Jombang, NU Online
Seluruh orang tua selalu berharap anaknya bisa kerasan atau betah menempa diri di pesantren. Karena itu, berbagai cara dilakukan agar keinginan mulia tersebut bisa terpenuhi. Dan betapa sedih ketika ada keinginan sang buah hati untuk boyong sebelum waktunya.

Cerita tersebut disampaikan Nyai Hj Mundjidah Wahab pada kegiatan halal bi halal di Madrasah Aliyah Unggulan KH Abdul Wahab Hasbulloh atau MAUWH Tambakberas, Jombang, Jawa Timur, Jumat (28/6). 

“Suatu ketika ada wali santri yang datang kepada saya,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Putri Lathifiyah II Pondok Pesantren Bahrul Ulum (PPBU), Tambakberas ini. 

Menurut perempuan yang juga Ketua Pengurus Cabang (PC) Muslimat NU Jombang tersebut, kedatangan sang wali santri tidak semata untuk silaturahim. “Namun untuk pamit karena anaknya akan boyong, padahal belum waktunya,” ungkapnya di hadapan wali murid MAUWH.

Dengan diiringi tangis, wali santri tadi mengemukakan bahwa sangat berat baginya untuk memamitkan sang anak. Usut punya usut, ternyata ia mengakui banyak kemudahan yang dialami selama sang anak berada di pesantren.
“Usaha saya semakin lancar ketika anak berada di pesantren ini,” kata Bu Mun, sapaan akrab Nyai Hj Mundjidah Wahab menirukan perkataan sang tamu.

Dalam benaknya, ada kekhawatiran kalau ternyata boyong lantaran tidak kerasan di pesantren, maka hal tersebut akan berpengaruh kepada kemudahan usaha yang selama ini digeluti.

Selanjutnya, Bu Mun mengemukakan bahwa memang yang lebih mahal dalam hidup adalah berkah. “Karenanya, pendiri dan pengasuh pesantren ini menekankan keberkahan tersebut kepada para santri dan juga wali santri,” ungkap Bupati Jombang ini.

KH Abdul Wahab Chasbullah atau Mbah Wahab memberikan nama pesantren dengan Bahrul Ulum sebagai lautan ilmu tentunya dengan sejumlah pertimbangan. “Bahwa di pesantren ini segala disiplin ilmu tersedia,” jelasnya.

PPBU atau yang lebih akrab disebut dengan Pesantren Tambakberas, kini memiliki sekitar 13 ribu santri. “Padahal dulunya hanya 25 santri, karena itu juga dikenal dengan pondok selawe,” ungkap putri pahlawan nasional KH Abd Wahab Chasbullah ini. Karena keberkahan itulah,  yang juga menjadi nilai lebih sehingga pesantren dapat berkembangan hingga kini, lanjutnya.

Pada kesempatan tersebut Bu Mun juga berpesan kepada wali murid dan santri untuk terus menjaga silaturahim secara lebih intensif. “Keberadaan sarana komunikasi hendaknya dapat dimaksimalkan untuk memastikan kebersamaan dan saling memiliki antara pihak madrasah, pesantren dan wali santri,” pungkasnya. (Ibnu Nawawi)