Daerah

Tak Hanya Pemberi Restu, Syaikhona Kholil Juga Konseptor Berdirinya NU

Sen, 9 Maret 2020 | 10:00 WIB

Tak Hanya Pemberi Restu, Syaikhona Kholil Juga Konseptor Berdirinya NU

KH Makki Nasir (pegang mikrofon) memberi penjelasan tentang sosok Syaikhona Kholil di makam beliau kepada rombongan ziarah dari PWNU Jatim. (Foto: NU Online/Hanan)

Bangkalan, NU Online
Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan adalah salah satu guru dari Hadratussyekh Kiai M Hasyim Asy’ari. Sebelum berdirinya NU, Syaikhona Kholil sempat memberikan tongkat dan tasbih kepada Hadratussyaikh melalui perantara Kiai As’ad Syamsul Arifin.

Banyak yang menyangka bahwa pemberian dua benda tersebut hanya sebatas restu atas berdirinya jam’iyah Nahdlatul Ulama. Namun, hal itu diluruskan oleh Kiai Makki Nasir, cicit syaikhona dari Nyai Asma’. Ia menyatakan, pemberian tongkat dan tasbih itu memiliki makna lebih luas dari yang telah berkembang di masyarakat.

“Selama ini, pemberian tongkat dan tasbih dari Syaikhona Kholil kepada Hadratussyaikh oleh masyarakat hanya diartikan sebagai pemberian restu atas berdirinya NU. Padahal memiliki makna yang lebih luas lagi,” ungkap Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Bangkalan ini.

“Kalau cuma restu kan cukup dengan surat saja, kan. Tapi oleh Syaikhona Kholil malah dikasih isyarah-isyarah berupa tongkat dan tasbih tadi,” tambahnya.

Ia menyatakan hal ini saat menyambut rombongan ziarah dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur ke maqbarah Syaikhona Kholil dan Kiai Doro Muntaha, Sabtu (7/3). Menurutnya, makna lain dari isyarah tongkat dan tasbih tersebut adalah bahwa Syaikhona Kholil adalah peletak dasar konsep berdirinya NU.

“Kenapa kok pakai tongkat dan sebagainya, karena beliau bersiasat dengan Belanda. Kita tahu bahwa Syaikhona Kholil pernah dipenjara oleh Belanda gara-gara perjuangan yang dilakukannya. Beliau dituduh ini itu dan sebagainya. Tapi oleh Belanda akhirnya dikeluarkan, karena penjaranya tidak muat. Setiap hari tamunya berdatangan yang membuat sipir kewalahan,” kata Kiai Makki, sapaan akrabnya.

Dikatakannya, isyarah tersebut dapat dipahami langsung oleh Kiai M Hasyim Asy'ari sebab beliau dikader betul oleh Syaikhona Kholil.
 
“Bahkan, Syaikhona Kholil sampai meninjau langsung ketika beliau ada di Tebuireng. Jadi, Hadratussyaikh itu santri kesayangan syaikhona sekaligus mandataris konsep,” tandasnya.

“Karena selain konsep, ini adalah siasat supaya tidak dideteksi oleh Belanda. Karena ini adalah pergerakan besar, ini embrio dari kemerdekaan,” imbuhnya.

Oleh Hadratussyekh, konsep yang diberikan oleh Syaikhona Kholil ini di dalam internal Ahlussunnah Wal Jamaah pesantren diaplikasikan ke dalam pembentukan jam’iyah Nahdlatul Ulama.
 
“Setelah membentuk NU, beliau membuat forum untuk mempersatukan organisasi Islam. Setelah itu, bergerak lagi sehingga menerima NKRI. Konsep ini yang mempersatukan,” ujarnya.

Konsep Syaikhona Kholil tersebut ternyata mampu menjawab perdebatan para ulama di tahun 1921 yang belum menemui kata sepakat apakah membentuk jam'iyah sendiri ataukah membesarkan Sarikat Islam, organisasi Islam yang ada pada saat itu. Sedangkan Kiai Hasyim Asy'ari belum memberi jawaban karena masih menunggu arahan gurunya, Syaikhona Kholil.

Kiai Makki menjelaskan, isyarah-isyarah dari Syaikhona Kholil berupa tongkat merupakan simbol organisatoris sedangkan juknisnya berupa lima ayat dan tasbih. “Dari semua itu, oleh Kiai Hasyim Asy'ari dijabarkan menjadi qanun asasi. Dari qanun asasi dijabarkan lagi menjadi AD-ART. Runtutannya seperti itu,” pungkasnya.

Kontributor: Ahmad Hanan
Editor: Musthofa Asrori