Daerah

Syukuri Harlah NU Tak Sebatas Seremonial Saja

Kam, 12 Maret 2020 | 08:45 WIB

Syukuri Harlah NU Tak Sebatas Seremonial Saja

Wakil Rais PWNU Jawa Timur KH Anwar Iskandar (berdiri di mimbar) (Foto: NU Online/Ahmad Hanan)

Surabaya, NU Online
Wakil Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur KH Anwar Iskandar menegaskan bahwa bentuk syukur atas peringatan hari lahir NU itu tidak hanya sebatas pada seremonial saja. 
 
“Bentuk syukur kita tentu bukan hanya dengan setahun sekali kita ramai-ramai, tidak seperti itu. Itu hanya sebatas formalisme saja,” tegasnya.
 
Ia menyatakan hal ini pada saat mengisi acara peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-97 Nahdlatul Ulama (NU) yang diselenggarakan oleh PWNU Jawa Timur pada Selasa (10/3).
 
Dikatakan, bentuk syukur sesungguhnya itu lebih daripada itu, yakni dengan terus menerus memperjuangkan agar NU ini makin hari makin baik ke depannya.
 
“Tapi lebih daripada itu, kita harus terus tanpa berhenti untuk memperjuangkan agar NU ini makin hari makin baik, makin hari makin maju, makin hari makin berkualitas,” jelasnya di Gedung PWNU Jawa Timur.
 
“Sehingga akan terus memberikan pengabdiannya yang cukup terhadap agama, nusa, dan bangsa. Itu wujud dari syukur kita sekalian,” tambahnya.
 
Sebelumnya, Pengasuh Pesantren Al-Amin Ngasinan Kediri, Jawa Timur ini mengajak para hadirin untuk memaknai arti dari syukur, baik itu dalam perspektif bahasa maupun syariat.
 
“Sebelumnya, mari kita pahami makna syukur. Dalam perspektif bahasa, syukur itu terima kasih, matur nuwun. Dalam perspektif syariat, sharfun ni'mati ala ma arada bihil mun'imi, yakni menggunakan nikmat yang diberikan oleh Allah kepada kita sesuai dengan yang dikehendaki oleh yang memberi nikmat, yaitu Allah,” ungkapnya.
 
Dikatakan, jika seseorang diberi badan sehat, berarti Allah sedang menghendaki orang tersebut untuk untuk digunakan kepentingan beribadah. 
 
“Kalau kita diberi akal sehat, itu Allah menghendaki agar diisi dengan ilmu. Itu namanya syukur nikmat, ni'matul aqli, dan seterusnya,” tuturnya.
 
Ia melanjutkan, dalam konteks NU, nahdliyin ditinggali sebuah organisasi besar bernama NU oleh para salafus shalih, oleh para pendiri NU sebagai sarana untuk melakukan perjuangan.
 
“Dengan NU ini kemudian kita berjuang, yang dengan berjuang kita dapat pahala, yang dengan NU ini kita bisa belajar akidah dengan benar, tentang ibadah yang benar, tentang muamalah yang benar, tentang akhlak yang benar, dan untuk itu kita dapat pahala,” bebernya.
 
“Maka kita harus bersyukur kepada Allah, kepada jasa para pendahulu-pendahulu yang telah memberikan sebuah organisasi besar sebagai alat perjuangan ini,” imbuhnya.
 
Kontributor: Ahmad Hanan
Editor: Abdul Muiz