Kudus, NU Online
Mata Rahmat Oktama (16) menatap tajam kertas bertuliskan ayat-ayat Al-Qur'an yang ada di depannya. Dengan tangkas, tangan kanannya menuliskan kembali lafadh Al-Qur'an pada kertas kosong ukuran A4. Santri dari Pondok Pesantren Raudlatul Muta’allimin itu tidak butuh waktu lama untuk menyalin kembali lafadh Al-Qur'an melalui tulisan tangannya, hanya sekitar lima menit dia menyelesaikannya.
“Tidak begitu sulit untuk menulis Al-Qur'an dengan metode naskhi. Metode ini yang paling mudah untuk menulis huruf arab,” kata Rahmat.
Apa yang telah dilakukannya itu merupakan bagian kecil dari penyusunan mushaf Al-Qur'an yang dilakukan oleh 999 santri di kompleks Masjid al-Aqsha atau Masjid Menara Kudus, Selasa (8/5).
Ratusan santri dari 13 pondok pesantren di Kudus. Dari jumlah sebanyak itu, 666 di antaranya merupakan santri laki-laki. Sedangkan sisanya, 333 merupakan santri perempuan. Setiap santri mendapat jatah untuk menulis Al-Qur'an sekitar 11 baris. Jatah waktu setengah jam dimanfaatkan oleh santri untuk menulis Al-Qur'an. Hingga akhirnya tersusunlah satu mushaf utuh Al-Qur'an tulisan tangan para santri.
“Hasil tulisan para santri nanti akan dikumpulkan, setelah itu akan kami ajukan ke lembaga pentashih mushaf Al-Qur'an Kemenag untuk mendapatkan pengesahan,” ujar Ketua Panitia, Muhammad Ihsan.
Tidak hanya itu, hasil duplikat Al-Qur'an tulisan tangan oleh para santri nantinya juga akan dipamerkan dalam pameran di Masjid Istiqlal Jakarta pada akhir Mei mendatang.
“Jadi ini merupakan bagian dari mencatat sejarah, sekaligus mengajak santri dan masyarakat umum untuk menguduskan, memuliakan Al-Qur'an,” katanya.
Ketua Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus, KH Em Najdib Hasan mengatakan, Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam sudah sepatutnya menjadi panduan dalam menjalani kehidupan.
Di pesantren, Al-Qur'an sudah menjadi menu wajib. Hampir setiap tahun, pesantren juga menggelar khataman Al-Qur'an baik menghatamkan dengan melihat maupun hafalan. Kali ini, katanya, ada yang berbeda, mengkhatamkan Al-Qur'an dengan cara menuliskannya.
“Kalau menulis, kan sudah pasti membaca. Makanya dalam waktu yang bersamaan ratusan santri menulis sekalian membaca Al-Qur'an dari awal sampai akhir,” katanya. (Red: Muiz)