Daerah

Saatnya Revitalisasi Sastra Pesantren

NU Online  ·  Rabu, 17 April 2013 | 01:01 WIB

Bantul, NU Online
Revitalisasi sastra pesantren harus segera dilakukan. Bukan saja karena banyaknya khazanah sastra pesantren yang ada di Indonesia, melainkan karena sastra pesantren menjadi media efektif pencarian jati diri manusia dengan semangat Iman, Islam, dan Ihsan.<>

Demikian dikatakan Abdul Wachid BS, sastrawan, dosen STAIN Purwokerto, dalam acara mengenang kesastrawanan KH Zainal Arifin Thoha di Aula Pesantren Mahasiswa Hasyim Asyhari, Bantul, Ahad (14/4).

Menurut Achid, panggilan akrabnya, 'santri' itu sendiri berasal dari kata 'Shasthri' yang artinya pencarian jatidiri, nilai-nilai kefitrian, kebenaran sekaligus keindahan. Kata 'Shasthri' itulah yang kemudian berkembang menjadi kata 'Santri', yang kemudian berkembang bahwa tempatnya orang yang belajar ilmu agama Islam di Jawa disebut sebagai 'pe-santri-an' yang akhirnya menjadi 'pesantren'.  

“Jika menggunakan 'sastra pesantren. maka konotasi orang hanya akan terfokus pandangannya kepada sastra yang ditulis oleh orang yang pernah belajar di pesantren, tetapi 'sastra santri' meliputi itu semuanya yang bermuara kepada 'Sastra yang bersumber kepada nilai-nilai etika dan estetika Islam'. Kita memerlukan sastra santri itu agar kita kembali mengenali jatidiri kita sebagai manusia, yang memanusiakan manusia, mengalamkan alam, dan meng-Allah-kan Allah SWT,” ungkap Wachid.

Di samping itu, Achid juga merasa sangat dekat dengan almarhum Gus Zainal. Baginya, Gus Zainal bukan saja kiai-sastrawan, tetapi juga kiai yang mengayomi semua kalangan. Walaupun usianya masih muda, tetapi perjuangannya sungguh luar biasa. 

“Saya terkagum-kagum dan membayangkan bagaimana kebaikan dan kemulyaan sesuatu yang dilakukan Zainal Arifin Thoha kepada komunitasnya? Sehingga mereka begitu mengenang budi baik almarhum dan berkeinginan menjadikan bagian contoh kecil dari contoh besar yakni Nabi Muhammad SAW, untuk perilaku sehari-hari. Kesastrawanan yang keindahannya bukan sebatas sebagai kata-kata, sebagaimana yang sudah diingatkan oleh al-Qur'an dalam Surah asy-Syu'ara.” Kenangnya.

Dalam acara ini, hadir banyak sastrawan, diantaranya ada Joni Ariadinata (Presiden Cerpenis Indonesia dan Redaktur Majalah Horison), Ismet NM. Haris (penyair dan jurnalis), Iman Budi Santoso (sastrawan), Bambang Darto (penyair dan aktor). Para sastrawan muda juga datang, diantaranya Sunlie Thomas Alexander (cerpenis), Achmad Muchlis Amrin (Penyair, cerpenis, pengusaha), Salman Rusydie Anwar (penyair dan kiai muda), dan Indrian Kotto (penyair). 




Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Rokhim Bangkit