Daerah

Rektor IAIN Jember: Radikalisme Adalah Kesombongan

NU Online  ·  Sabtu, 16 Juni 2018 | 00:00 WIB

Jember, NU Online 
Penjelasan dalam Al-Qur’an bahwa umat Islam sebagai umat terbaik, cukup gamblang. Namun julukan tersebut tidak memiliki arti apa-apa bila tidak diikuti dengan semangat mengedepankan amar makruf nahi munkar. 

Demikian diungkapkan Rektor Insititut Agama Islam Negeri Jember, Jawa Timur H Babun Suharto saat menjadi khatib shalat Idul Fitri di Masjid Besar Darul Muttaqin, Tanggul, Jumat (15/6).

Menurutnya,  selain amar makruf nahi munkar, untuk menjadi insan tebaik, umat Islam harus berperilaku santun dan berakhlakul karimah, serta berupaya mengantisipasi tindak dan perilaku yang jauh dari pesan moral agama dan kemanusiaan. 

“Contoh konkrit adalah tindakan kekerasan atau radikalisme atas nama agama, membid’ahkan, bahkan suka mengafirkan pihak lain yang tidak sepaham dengannya. Itu termasuk tindakan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan dari mana pun asalnya,” urainya.

Mantan Ketua Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor Jember itu  menambahkan, fenomena kekerasan dan radikalisme yang dilakukan segelintir orang merupakan kesombongan manusia di hadapan Allah. “Karena tidak mengindahkan pesan moral agama, yaitu pentingnya akhlakul karimah dalam setiap bertutur kata, bersikap, dan berperilaku,” jelasnya. 

Dikatakannya, budaya yang mengedepankan sopan-santun, saling menghormati, mengasihi, mengapresiasi, dan bahkan saling membantu satu dengan lainnya merupakan ciri khas budaya keberislaman masyarakat Indonesia. Dan itu telah tumbuh dan berkembang selama berabad-abad. 

“Namun tindakan kekerasan yang dilakukan oleh segelintir umat Islam justru telah mencabik-cabik persatuan dan kesatuan umat Islam dan bangsa Indonesia,” katanya. Juga merusak citra Islam sebagai agama rahmat, agama perdamaian, dan juga agama yang senang dengan cinta kasih, lanjutnya.

Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) Jawa Timur ini menegaskan, sebenarnya pesan yang terekam dalam Idul Fitri adalah untuk mengembalikan eksistensi manusia yang suci dan bersih dari segala kotoran. “Termasuk  dari perbuatan yang berpotensi mencabik-cabik persatuan dan kesatuan serta risalah islamiyah,” ungkapnya. 

Oleh karena itu, katanya, sistem risalah Islam yang ideal adalah tidak memisahkan dua kepentingan  duniawi maupun ukhrawi. 

Namun demikian semangat mencari duniawi hendaknya jangan membuat manusia menjadi lupa daratan. “Apalagi ingkar terhadap nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah SWT kepada kita,” tandasnya. (Aryudi Abdul Razaq/Ibnu Nawawi)