Demak, NU Online
Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Ubaidullah Shodaqoh menegaskan bahwa Nahdlatul Ulama telah banyak berkontribusi kepada masyarakat berupa produk-produk hukum yang dihasilkan melalui bahtsul masail.
“Sudah banyak produk bahtsul masail yang mempengaruhi di tengah-tengah masyarakat ini. Kami telah membahas beberapa masalah-masalah yang langsung dihadapi oleh masyarakat, di antaranya adalah masalah yang dihadapi oleh masyarakat Demak, yakni masalah rob,” tegasnya.
Hal ini sebagaimana yang ia sampaikan saat membuka kegiatan bahtsul masail yang diselenggarakan oleh Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PWNU Jateng yang dilaksanakan di komplek makam Sunan Kalijaga Kadilangu Demak, Jawa Tengah pada Senin (8/7) lalu.
Kiai asal Semarang ini melanjutkan, bahwa untuk mendapatkan penjelasan mengenai permasalahan yang sedang dibahas, tak jarang saat kegiatan bahtsul masail dilaksanakan mengundang ahli-ahli di luar LBM. Seperti pada saat membahas mengenai permasalahan rob tersebut.
“Masalah rob ini sudah dibahas di dalam bahtsul masail, kira-kira empat tahun yang lalu yang diselenggarakan di Jepara. Kami memanggil ahli-ahli lingkungan, di antaranya adalah ahli lingkungan dari Universitas Diponegoro,” jelasnya.
Setelah dilakukan tasawur dan mengerti permasalahan yang ada dalam pertanyaan, menurutnya para kiai akan menentukan dengan hukum sesuai dengan tradisi Nahdlatul Ulama, yakni dengan landasan hukum dan metode yang ada.
“Lantas kita menentukan dengan hukum, dengan tradisi kita, yaitu dengan hukum fiqih, dengan metode tentunya, ushul fiqih, qowaidul fiqhiyyah, dan maroji’-maroji’ yang dimiliki oleh para kiai. Kami sekedar memberikan pandangan hukum, pertimbangan hukum. Inilah hukumnya, yang bertanggung jawab adalah ini, dan lain sebagainya,” tambahnya.
Pengasuh Pesantren Al-Itqon Bugen, Semarang ini juga menceritakan tatkala permasalahan yang tidak bisa diselesaikan, artinya musyawarah kandas atau tidak menemukan jalan keluar, biasanya pihaknya akan sowan kepada Kanjeng Sunan Kalijaga maupun Raden Patah.
“Menghadapi situasi yang demikian ini, kami biasanya sowan kepada kanjeng Sunan Kalijaga atau kepada Raden Patah. Niki Sunan Kalijaga, niki Raden Patah. NU-ne panjenengan kula serahkan panjenengan maleh (Ini Sunan Kalijaga, ini Raden Patah. NU-nya Anda saya serahkan kepada Anda lagi -red),” ucapnya.
Menurutnya, hal ini cukup beralasan bahwa sebagaimana yang kita ketahui, lambang Jamiyah Nahdlatul Ulama terdapat bintang yang jumlahnya ada sembilan dan salah satu bintang itu bisa diartikan sebagai simbol Walisongo, yakni Sunan Kalijaga.
“Kalau kita melihat pada lambang pada Jamiyah NU dan salah satu bintang yang kita maksud itu adalah Kanjeng Sunan Kalijaga, maka pada saat ini pula, insyaallah kita yakin disaksikan oleh beliau-beliau, yang tentunya kewafatannya tidak sebagaimana kewafatan masyarakat dan orang-orang biasa,” tukasnya.
“Beliau semua menyaksikan bahwa para murid-muridnya masih menjaga tradisi, masih menjaga adat istiadat, masih menjaga metodologi untuk menyebarkan dakwah dan agama dengan damai, toleran, dan nilai-nilai yang diwariskan kepada kita semua,” imbuhnya.
Kiai Ubaid, mengharapkan dengan dilaksanakannya kegiatan bahtsul masail ini bisa menambah frekuensi dari gerakan-gerakan di seluruh cabang Nahdlatul Ulama yang ada di Jawa Tengah. (Hanan/Muiz)