PWNU Jabar: Boleh Valentinan Asal Tidak Melanggar Syara’
NU Online · Sabtu, 14 Februari 2015 | 07:29 WIB
Bandung, NU Online
Hari Valentine merupakan hasil dari budaya manusia. Sementara Islam sendiri tidak menolak manusia untuk berbudaya, tetapi tentu berbudaya yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.
<>
Demikian disampaikan Katib Syuriyah PWNU Jawa Barat KH Rachmat Syafe’i menanggapi perayaan budaya hari Valentine yang kini marak terjadi di masyarakat muslim, khususnya di kalangan pemuda-pemudi.
Menurut kiai Rachmat, pada dasarnya manusia mempunyai dorongan berbudaya yang berusaha untuk terus dikembangkan, hanya saja seringkali berbarengan dengan budaya yang didasari oleh hawa nafsu.
“Itulah yang harus dihindari. Karena itu, hari Valentine yang merupakan budaya dari Barat, kalau tidak bertentangan dengan ajaran Islam tidak jadi masalah. Tetapi jika memang bertentangan harus ditolak,” tutur pengasuh pesantren Al-Wafa’ Bandung itu, saat ditemui NU Online di kediamannya, Jum’at (13/2) malam.
Guru besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung itu menilai Islam sebagai filter terhadap budaya dari luar. Ia membenarkan Islam memang mempunyai kreasi, tetapi manusia pada hakikatnya juga mempunyai penetrasi membuat budaya yang pasti akan terjadi.
“Karena Islam juga mempunyai budaya, diusahakan jangan ikut-ikutan budaya yang tampaknya perlu disaring,” tegasnya.
Perihal hari Valentine yang diidentikkan dengan hari kasih sayang, dalam pandangan kiai Rachmat, sebetulnya kasih sayang harus dijaga setiap hari. Kasih sayang pada momen-momen tertentu sebagai sarana syiar agama, hal ini dapat pula dibentuk dengan kegiatan-kegiatan, misalnya bagaimana penyebaran kasih sayang tidak hanya simbolik saja, namun selalu dijaga untuk menyambung perasaan, kekeluargaan dan silaturrahmi.
“Intinya kasih sayang memang sepanjang hari. Dan kasih sayang Islam tidak dibatasi oleh waktu, sehingga kasih sayang itu bisa kapan saja, tapi kalau membuat kasih sayang dalam bentuk syiar juga tidak dilarang,” terangnya.
Kiai yang juga Ketua MUI Jawa Barat itu mengimbau pemuda-pemudi muslim agar bisa menjaga jangan sampai terbawa oleh budaya negatif. Sebaiknya diimbangi dengan kebudayaan kasih sayang seperti silaturahmi. Ia mengutip sabda Nabi, “Sebarkan kasih sayang dan perdamaian, dan mari saling memberikan makanan sebagai tanda kasih sayang.”
“Kepada pemuda-pemudi, apapun jangan berlebihan. Menumbuhkan dan berbagi Kasih sayang memang bagus, tetapi dalam bentuk kegiatan yang mengarah kemubadziran, kerusakan moral, itu harus dihindari,” tegas Kiai Rachmat. (M Zidni Nafi’/Alhafiz K)
Terpopuler
1
40 Hari Wafat Gus Alam, KH Said Aqil Siroj: Pesantren Harus Tetap Hidup!
2
Mendaki Puncak Jabal Nur, Napak Tilas Kanjeng Nabi di Gua Hira
3
Waktu Terbaik untuk Resepsi Pernikahan menurut Islam
4
Mulai Agustus, PBNU dan BGN Realisasikan Program MBG di Pesantren
5
Terima Dubes Afghanistan, PBNU Siap Beri Beasiswa bagi Mahasiswa yang Ingin Studi di Indonesia
6
Eskalasi Konflik Iran-Israel, Saling Serang Titik Vital di Berbagai Wilayah
Terkini
Lihat Semua