Daerah

Pesantren Rabithatul Islam Rintis Usaha dari Kesenian

NU Online  ·  Senin, 22 Juni 2015 | 15:02 WIB

Probolinggo, NU Online
Kegiatan ekonomi di pesantren Rabithatul Islam di desa Krejengan kecamatan Krejengan kabupaten Probolinggo tidak selalu bergerak lewat industri dan jasa. Mereka menggerakkan ekonomi melalui kegiatan kesenian. Mereka merekam sejumlah lagu dan hasil rekaman berbentuk CD lantas dijual pada warga dan alumni.
<>
Selain pendidikan sebagai kegiatan wajib, pesantren Rabithatul Islam juga mengembangkan kegiatan ekonomi. Namun, bukan melalui usaha perdagangan seperti pesantren pada umumnya. Di tempat ini, kegiatan ekonomi dikembangkan melalui kesenian.

Di pesantren Rabithatul Islam ini ada kelompok seni bernama Jam’iyah Hadrah Al-Bisyri. Kelompok seni ini kemudian merekam karya-karya mereka dan menjualnya ke sejumlah kalangan.

“Kegiatan seni ini kami buat dalam bentuk kaset (CD). Kaset ini kami edarkan ke alumni pesantren Robithatul Islam yang menyebar di Indonesia,” terang Kiai Ahmad Hafid Bisyri, pengasuh pesantren Rabithatul Islam, Senin (22/6).

Meskipun baru berjalan sebulan, peminat CD ini cukup luas. Terbukti, dari 5000 CD yang dibuat saat ini, sebanyak 4.700 keping sudah terjual. Artinya, hanya tersisa 300 keping. Penyebaran CD diutamakan pada pesantren-pesantren yang dikelola alumni. Meski demikian, warga sekitar juga ikut memasarkan kaset ini.

Menurut Kiai Hafid, CD ini berisi banyak lagu-lagu yang diciptakan oleh pengasuh ponpes sebelumnya, yakni KH Achmad Bisyri. “Tentu yang mengenal adalah alumni ponpes dan warga sekitar. Karena itu, penjualannya masih terbatas pada  mereka,” ungkapnya.

Selain dari kegiatan kesenian, Kiai Hafid juga mengajarkan kepada santri-santrinya kegiatan lain. Salah satunya membuat bonsai. “Saya mengajarkan santri untuk membuat bonsai, terutama dari tanaman pohon serut. Pohon yang banyak ditemukan di wilayah Probolinggo,” ujarnya.

Kiai Hafid sendiri yang mengajarkan teknik pembuatannya hingga perawatannya. Sehingga santri bisa mempraktikkan langsung. “Selepas mondok di sini mereka bisa memanfaatkan keahlian itu untuk kegiatan ekonomi mandiri. Modalnya cukup terjangkau. Hanya bibit pohon serut senilai Rp. 200 ribu. Namun jika terjual harganya bisa mencapai Rp. 30 juta,” katanya.

Tidak hanya itu, pesantren Rabithahul Islam juga mengajarkan santri tentang investasi melalui kegiatan pertanian. Kegiatan pertanian ini berupa penanaman kayu sengon. Sejak dua tahun lalu pesantren bertanam kayu sengon dengan memanfaatkan lahan seluas 900 meter persegi milik pesantren.

“Jadi santri tidak hanya diajarkan pendidikan umum dan agama. Namun, juga keahlian lain seperti menanam sengon ini,” pungkasnya. (Syamsul Akbar/Alhafiz K)