Daerah HARDIKNAS

Pemerintah Jangan Sepihak Tetapkan Kebijakan Pendidikan

Jum, 3 Mei 2013 | 06:10 WIB

Kudus, NU Online
Dalam menata dunia pendidikan, pemerintah diminta tidak sepihak menetapkan kebijakan baru. Pemerintah  sebaiknya mensosialisasikan gagasannya terlebih dahulu sebelum menjadi kebijakan  kepada para pemangku kepentingan pendidikan seperti pihak sekolah. 
<>
Demikian yang dikatakan Ketua PC IPPNU Kudus Risda Umami kepada NU Online Kamis (2/5) pandangannya terkait refleksi hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh 2 Mei kemarin.

Risda menyoroti dunia pendidikan nasional belakangan  ini yang memprihatinkan. Banyak kebijakan baru yang kurang terkoordinasikan dengan baik bahkan cenderung morat-marit melenceng jauh dari harapan.

“Pelaksanaan Ujian Nasional misalnya, jika memang dirasa cuma menekan psikologis anak dan menjadikan pelajaran lain jadi termarginalkan, saya kira perlu perlu dipertimbangkan peninjauan kebijakannya,” tandasnya.

Menurut aktifis jebola IAIN Walisongo Semarang ini, masyarakat bawah masih merasakan biaya pendidikan (sekolah) yang terlalu mahal. Hal ini, katanya, akibat praktek komersialisasi pendidikan sebagaimana kebijakan Rintisan Sekolah Berbasis Internasional (RSBI). 

“RSBI yang sudah dibubarkan Mahkamah Konstitusi ini, dulunya sangat diskriminatif bagi masyarakat yang tidak mampu. Setelah dibubarkan, semoga saja tidak ada lagi komersialisasi pendidikan dalam bentuk yang lain,” tegas Risda.

Ia juga mendesak pemerintah untuk segera mencairkan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang hingga kini belum turun dari pusat. Pembiayaan operasional madrasah (swasta) sangat bergantung pada dana BOS tersebut.

“Bila belum cair sampai sekarang, roda madrasah bisa terganggu,” tegas Risda yang juga seorang pendidik sebuah madrasah Ibtidaiyah di Kudus.

Pernyataan serupa disampaikan sekretaris PC IPNU Kudus Ali Syafi’i. Menurutnya, wajah pendidikan kian terkungkung oleh kebijakan atau undang-undang seperti terbitnya aturan dari Komisi Nasional Perlindungan Anak menyebabkan keresahan di kalangan guru pendidik.

“Metode pengendalian kenakalan anak dalam pendidikan mengalami kesulitan karena merasa terbatasi. Guru menjadi tidak tegas, khawatir dianggap berbuat kekerasan,” ujar Ali kepada NU Online.

 

Redaktur     : Mukafi Niam
Kontributor : Qomarul Adib.