Daerah

Pemberantasan Korupsi Bisa Dilakukan dengan Ketajaman Tasawuf

Sab, 27 Juli 2019 | 05:30 WIB

Pemberantasan Korupsi Bisa Dilakukan dengan Ketajaman Tasawuf

Ulil Abshar Abdalla menawarkan ketajaman tasawuf bagi pemberantasan korupsi.

Mataram, NU Online
Untuk dapat berpartisipasi dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak semata bermodalkan aturan. Lewat pendekatan tasawuf, hal tersebut dapat pula dilakukan. Bahkan dengan pendekatan terakhir ini bisa lebih efektif dan biayanya lebih murah.
 
Penegasan tersebut disampaikan Ulil Abshar Abdalla. Dalam pandangan cendekiawan muda Nahdlatul Ulama atau yang akrab disapa Gus Ulil tersebut, generasi muda nahdliyin termasuk di Nusa Tenggara Barat harus memulai melibatkan ketajaman tasawuf dalam kerja-kerja sosial politik seperti pemberantasan korupsi.
 
Menurutnya, undang-undang pemberantasan korupsi selama ini hanya mampu menyentuh sisi luar manusia dan perilakunya yang koruptif. Sementara sisi dalam manusia berupa kesederhanan, kesabaran, kerakusan, ketamakan yang justru menjadi latar belakang terjadinya sikap koruptif belum banyak diurus. Dan itu semua adalah tema-tema besar yang hanya dimiliki tasawuf.
 
Hal ini dikatakan Gus Ulil saat mengisi Kopi Darat Ngaji Ihya' Ulumuddin di Kampus Universitas Nahdlatul Ulama (UNU), jalan Pendidikan 6 Kota Mataram, Kamis (25/7).
 
Gus Ulil menegaskan, pemberantasan korupsi dengan melibatkan tasawuf memang bukan pekerjaan mudah. Perlu waktu lama, karena yang diberantas bukan fisik melainkan hati dan nafsu manusia. Namun begitu, generasi muda NU harus memulainya. Minimal dari diri sendiri dulu.
 
"Sahabat-sahabat harus memulai itu, karena undang-undang hanya memperbaiki sisi luarnya, sementara sisi dalamnya ini yang sebenarnya jauh lebih penting," tegasnya.
 
Menata sisi luar saja menurutnya akan menghasilkan sesuatu yang instan dan berbiaya mahal, sementara menata dalamnya (hati dan nafsu) akan paten dan biayanya murah cuman waktu yang dibutuhkan cukup lama.
 
"Coba anda perhatikan besarnya biaya menata dan membuat Undang-undang di DPR, bahkan kadang setelah undang-undangnya jadi, malah gak kepake juga," ungkapnya.
 
Tetapi apabila yang ditata itu dalamnya yakni hati dan nafsu, tanpa undang-undang pun orang akan takut melakukan korupsi karena senantiasa takut kepada Allah secara otomatis.
 
"Saya kira ini yang lebih penting, undang-undang itu mesti ditancapkan di dalam hati, di sinilah letak urgensinya tema-tema besar tasawuf," pungkasnya. (Hadi/Ibnu Nawawi)