Di era yang serba digital seperti dewasa ini, banyak aktivitas yang dilakukan secara online atau digital. Termasuk juga di dalamnya para pekerja secara online atau juga bisa disebut buruh online. Menurut pandangan sebagian kiai, belum ada kejelasan secara fiqih terkait aktivitas seperti ini.
Wakil Ketua PCNU Rembang yang membidangi Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Bisri Adib Hattani menjelaskan, jasa yang dilakukan akad atau perjanjian secara online memang belum ada kejelasan secara hukum fiqihnya.
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama, menurutnya, perlu membahas hal yang belum pernah ada pada sebelum-sebelumnya, yaitu jual jasa online atau buruh online. Sementara perjanjian kontrak kerja yang dilakukan tidak saling berhadap-hadapan.
"Itu kan isunya persaingan antara penjual jasa yang bertemu secara langsung dan pekerja secara online, atau tidak bertemu secara langsung. Ini menjadi berbeda karena sebelum-sebelumnya belum pernah ada," jelas.
Ia menambahkan, sejumlah soal perburuhan nasional juga masih menyisakan masalah, utamanya bagi buruh perempuan, yaitu cuti hamil dan melahirkan, dan cuti pada masa iddah.
"Ada juga upah yang dianggap murah, yang membuat para perempuan Indonesia pergi merantau, sampai-sampai keluar negeri hanya untuk mendapatkan gaji yang dinilainya layak," jelasnya. (Ahmad Asmui/Alhafiz K)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat HUT Ke-80 RI: 3 Pilar Islami dalam Mewujudkan Indonesia Maju
2
Ketua PBNU Sebut Demo di Pati sebagai Pembangkangan Sipil, Rakyat Sudah Mengerti Politik
3
Khutbah Jumat: Kemerdekaan Sejati Lahir dari Keadilan Para Pemimpin
4
Khutbah Jumat: Refleksi Kemerdekaan, Perbaikan Spiritual dan Sosial Menuju Indonesia Emas 2045
5
Sri Mulyani Sebut Bayar Pajak Sama Mulianya dengan Zakat dan Wakaf
6
Khutbah Jumat Bahasa Jawa: Wujud Syukur atas Kemerdekaan Indonesia ke-80, Meneladani Perjuangan Para Pahlawan
Terkini
Lihat Semua