Daerah

Ngabuburit di Kota Batu Sambil Berkunjung ke Pesantren 'Anggrek' Kanzun Najah

Ahad, 7 April 2024 | 14:00 WIB

Ngabuburit di Kota Batu Sambil Berkunjung ke Pesantren 'Anggrek' Kanzun Najah

Pesantren Kanzun Najah Kota Batu, Jawa Timur, pesantren ekologi yang membudidayakan bunga anggrek. (Foto: NU Online/Syarif)

Batu, NU Online

Kota Wisata Batu (KWB) merupakan kota di Provinsi Jawa Timur yang layak untuk dikunjungi, apalagi ngabuburit di bulan Ramadhan.


Ngabuburit merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut kegiatan yang dilakukan pada sore hari dalam rangka menyambut waktu berbuka puasa yakni waktu menjelang azan Magrib.


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ngabuburit atau mengabuburit artinya menunggu azan maghrib menjelang berbuka puasa pada waktu bulan Ramadhan.


Ada juga yang mengatakan istilah ngabuburit berasal dari bahasa Sunda. Menurut Kamus Bahasa Sunda yang diterbitkan Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS), kata 'ngabuburit'' berasal dari kalimat ngalantung ngadagoan burit yang artinya bersantai sambil menunggu waktu sore.


Ngabuburit di Kota Batu paling enak dimulai dari Alun-alun Kota Batu. Di area tersebut begitu banyak makanan, minuman dan makanan ringan lainnya yang dijajakan oleh masyarakat.


“Kota Batu memang layak jadi referensi liburan keluarga dengan udara dingin dan kulinernya yang menggiurkan. Selama Ramadhan, banyak juga pembagian takjil gratis,” jelas warga Batu M Rif'an Asofik, Sabtu (6/4/2024).


Rif'an menjelaskan, Kota Batu memang cocok untuk bersantai sambil menunggu buka puasa. Ada begitu banyak tempat buka puasa dengan latar belakang pemandangan yang indah. Udara dingin membuat suasana puasa di Kota Batu tidak terlalu membuat haus.


Dikatakannya, Kota Batu, secara geografis terletak pada 7°44'– 8°26' Lintang Selatan dan 122°17'–122°57' Bujur Timur dengan luas wilayah 202,30 Km 2 . Wilayah kota ini berada pada ketinggian 680-1.200 meter dari permukaan laut.


Kota Batu diapit oleh 3 buah gunung yang telah dikenal yaitu Gunung Panderman (2010 meter), Gunung Arjuna (3339 meter), Gunung Welirang (3156 meter). Kondisi topografi yang bergunung-gunung dan berbukit-bukit menjadikan Kota Batu bersuhu udara rata-rata 15-19 derajat Celsius.


Selain alun-alun, aktivitas ngabuburit bisa dilakukan juga di Bukit Bintang. Sebuah lahan kosong yang berada di Jalan Sultan Agung Nomor 20, Sisir, Kecamatan Batu, Kota Batu. Selanjutnya ngabuburit bisa dilakukan di Lingkar Barat (Jalibar) dan Paralayang di Gunung Banyak, Batu.


"Khas Kota Batu yaitu ada buah apel, anggur, jeruk dan sayur-sayuran. Penginapan juga murah-murah di sini," imbuhnya.


Setelah puas berkeliling Kota Batu, NU Online diajak mampir ke Pesantren Ekologi Kanzun Najah, Sumberejo, Kecamatan Batu, Kota Batu. Lokasi pesantren ini terletak tidak jauh di belakang Balai Kota Batu.


Uniknya, bangunan pesantren ini bergaya Jawa klasik dengan mayoritas struktur bangunan terdiri dari kayu besar dan kokoh termasuk gerbang utama. Di bawah lantai bangunan terdapat kolam ikan dan di sisinya terdapat sungai.


Menurut Gus Fatkhul Yasin, Pengasuh Pondok Pesantren Kanzun Najah, instansi yang dikelola dibuat ala Jawa agar memberikan kenyamanan bagi setiap santri dan pengunjung.


Selama bulan Ramadhan kegiatan dimulai pagi yaitu tilawah Al-Qur'an dilanjutkan dengan shalat dhuha. Setelah shalat dzuhur tilawah, setelah ashar kajian santri ekologi. Lalu buka bersama dilanjutkan shalat tarawih setelah kajian kitab Maqshid Al-Shiam.


"Selama Ramadhan, di pesantren ini ada berbagai kegiatan, ada buku bedah, ngaji kitab kuning, jamaah tarawih dan podcast," katanya.


Gus Yasin menjelaskan pondok ini dibangun dengan visi misi utama yakni Faqiih wa'timadu bi nafsih. Artinya membangun seorang santri yang berintelektual dan mandiri. Untuk menciptakan kemandirian, salah satunya dengan cara budidaya anggrek. Terdapat 3 rumah kaca dengan isi anggrek berbagai jenis yang jumlahnya ratusan.


Green house ini sekaligus menjadi showroom bagi peminat untuk melihat anggrek hasil budidaya para santri.Peminat pasarnya datang dari berbagai daerah, termasuk dari Nyai Farida Salahuddin Wahid dari Pesantren Tebuireng.


”Setiap hari santri dijadwal secara bergilir untuk praktik merawat anggrek,” imbuh pria yang juga Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Batu ini.


Kepada para santri, Gus Yasin menekankan pentingnya kemandirian dalam diri seorang santri. Seorang santri yang ingin mengabdi di desa terpencil atau jauh jaraknya, pasti membutuhkan materi.


“Ada berbagai macam jenis anggrek, ada yang unggulan seperti dendrobium, catleya, gramma dan lain-lain,” tandasnya.