Daerah

Mushaf Pusaka Masjid Agung Kudus

NU Online  ·  Kamis, 23 Mei 2013 | 02:30 WIB

Ketika memasuki Masjid Agung Kudus, pandangan mata akan tertuju pada sebuah mushaf Al-Qur’an berukuran raksasa yang ditempatkan di pojok ruangan utama. Al-Qur’an besar yang diberi nama Mushaf Pusaka ini berukuran 2x1 meter.<>

Pengurus masjid Agung Anif farizi menjelaskan mushaf pusaka ini merupakan hasil karya seniman-seniman kaligrafi kota Kudus. Mereka yang ditunjuk sebagai tim penulisan waktu itu terdiri dari  mendiang Noor Aufa, Ahmad Thoha dan  Faruq (Janggalan).

“Tulisan Qur’an itu murni oleh ketiga seniman kaligrafi itu dengan koordinator Noor Aufa (alm) sementara  desain hiasan pinggiran saya sendiri,” ujarnya kepada NU Online ketika ditemui di Masjid Agung, Rabu (22/5).

Ia menceritakan gagasan membuat mushaf ini berawal dari keinginan pemerintah daerah pada era bupati Soedarsono yang  melihat potensi seniman kaligrafi  kota kretek.  Pada waktu itu,  kota Kudus telah lahir sosok mendiang Noor Aufa  yang brestasi meraih juara kaligrafi tingkat nasional, juara tingkat ASEAN di Brunei dan perhelatan penulis dunia di Turki.

“Saat itu sekitar  tahun 1987, melihat potensi kaligrafi yang luar biasa, pemda menggandeng  pihak masjid Agung menggagas mushaf itu. Setelah melalui proses selama 2,5 tahun karya besar mushaf pusaka itu bisa rampung.” tuturnya.

Terkait proses penggarapannya, Anif menuturkan sebelum menulis meminta restu terlebih dahulu kepada ulama kharismatik KH Sya’roni Ahmadi Alhafidz. Saat penulisan berlangsung, setiap halaman ditashihkan  kepada  pengasuh Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an KH. Ulin Nuha Arwani.

Dituturkan, tantangan yang paling berat waktu itu, saat penulisan sudah memperoleh beberapa halaman ternyata ada kesalahan setelah ditashih, akhirnya harus memulai lagi dari awal. 

“Begitu pula waktu mau menulis yang harus keadaan suci, setiap habis wudlu selalu batal karena penulisnya mengeluarkan angin (kentut). Meski mengorbankan waktu, alhamdulillah berhasil,” kenang Anif.

Nama Mushaf Pusaka dipilih karena mushaf ini memiliki keistimewaan dibanding mushaf lainnya. Dikatakan, Al-Qur’an ini sangat pusaka nilai besarnya, nilai tulisan tangannya dan nilai khas kedaerahannya.

“Nilai kekhasannya bisa dilihat dari halaman surat Al-Fatihah berwarna semua dan pinggirannya dihiasi ornamen menara,” imbuh pengurus LP Ma’arif Kudus ini.

Untuk menjaga dari kerusakan, Mushaf pusaka ini dipertahankan  murni tulisan tangan dengan dilapisi obat anti gores. ”Usai rampung ditashih semua oleh tim, mushaf dilapisi clear biar tidak mudah tergores dan kesannya terlihat seperti cetak,” katanya. 

Anif menambahkan, setelah Kudus berhasil membuat mushaf ini, Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Wonosobo juga membuat mushaf serupa. "Namun di sana lebih besar dari Kudus," pungkasnya singkat.

Hingga kini, Mushaf  Pusaka  selalu dibaca dalam kegiatan tadarusan setiap malam Ahad di Masjid Agung yang beralamat Jl. Simpang Tujuh Kudus. (Qomarul Adib/Red:Anam