Semarang, NU online
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah mengimbau pada seluruh partai politik, tim sukses, dan simpatisan calon kepala daerah, untuk tidak menggunakan tempat ibadah untuk kegiatan politik praktis.
Mengingat, dua pekan ke depan sudah memasuki bulan Ramadhan dan menjelang pelaksanaan pemungutan suara Pilkada serentak 2018 di Jateng.
Menurut Ketua Umum MUI Jawa Tengah, KH Achmad Darodji, pihaknya masjid di Jateng yang digunakan untuk kepentingan politik praktis.
"Informasi itu sudah ada maka kita imbau. Ini sekaligus mengingatkan dan warning," tegas Darodji dalam keterangan persnya, Kamis (3/5).
Selain Pilkada serentak 2018, lanjutnya, imbauan tersebut juga berlaku selama tahun politik ini dan sampai Pemilu 2019.
Ia juga mengatakan, pihaknya sudah melakukan halaqah di Salatiga belum lama ini, yang menghadirkan semua kalangan. Mulai dari pengelola masjid dan tempat ibadah, dan pimpinan partai politik. Serta telah dikeluarkan rekomendasi.
"Insya Allah nanti akan kita keluarkan edaran untuk menjaga kesucian ramadhan. Sehingga betul-betul bisa kembali fitri, dan ramadan tidak digunakan untuk memecah belah," tegasnya.
Ali Mufiz mengatakan, dalam dua tahun terakhir, menunjukan keprihatinan pada dinamika sosial politik di Indonesia, yakni melunturnya kohesi kebangsaan dan semangat kebangsaan, utamanya gerakan radikalisme dan ujaran kebencian.
"Ini juga merambah ke tempat ibadah, masjid, mushalla, dan lainnya. Maka menurut pandangan MUI, saat ini tepat untuk mengoreksi diri mengembalikan tempat ibadah sebagaimana ditentukan dalam Al-Qur'an dan Hadits bahwa tempat ibadah adalah tempat suci," jelasnya.
Ali Mufiz juga menyebutkan, di tahun 2015 jumlah masjid dan mushalla di Jateng ada 92.000 unit, dan pemeluk agama Islam ada sekitar 34 juta jiwa. Jika tempat ibadah disalahgunakan, maka akan muncul dampak buruk yang sangat besar.
Menurutnya, wajar jika parpol ingin calonnya menang di pilkada. Akan tetapi, ketika memasuki ranah masjid hendaknya ada kesadaran bahwa masjid haram hukumnya dijadikan tempat kampanye, apalagi sampai muncul umpatan atau ujaran kebencian ke kelompok lain.
"Maka MUI mengimbau kesucian masjid agar tidak diganggu oleh kepentingan politik praktis. Ramadhan ini kita gunakan kembali untuk membangun ikatan persatuan di antara kita," katanya.
Diungkapkan mantan Gubernur Jateng tersebut, bahwa di masjid terdapat dua orang yang jadi representasi, yakni imam dan khatib atau penceramah. Jika ada warga yang menanyakan mengenai sikap politik, sebaiknya tidak memberi jawaban yang kontroversial.
"Jika ada yang tanya siapa yang dipilih oleh imam dan khatib, maka sangat bijak mereka menjawab gunakanlah hati nurani masing-masing yang menurut bapak atau ibu cocok," katanya. (Red: Muiz)