Surabaya, NU Online
Saat ini kepercayaan masyarakat kepada pesantren demikian tinggi. Karenanya sejumlah pesantren terus berbenah dengan menyediakan beragam layanan. Sebagian memaknai hal tersebut sebagai potensi ekonomi, namun jangan sampai lupa dengan misi utama pesantren yakni mendalami ilmu agama.
“Memang, potensi ekonomi di pesantren cukup bagus,” kata H Hamid Syarif, Sabtu (13/7).
Dengan jumlah santri dan siswa yang demikian banyak, maka bila dikelola dengan manajemen yang bagus tentu hal tersebut akan menopang kemandirian ekonomi di pesantren.
Kendati demikian, sejumlah peluang itu hendaknya tidak sampai menghilangkan misi utama pesantren. “Yaitu sebagai kawah candradimuka dalam mendalami ilmu agama,” jelasnya.
Penegasan tersebut disampaikannya pada Forum Grup Discussion dengan tema Pemberdayaan Ekonomi Pesantren. Kegiatan dalam rangkaian Silaturahim Nasional Bu Nyai Nusantara yang digelar Pengurus Wilayah (PW) Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama Jawa Timur di Surabaya.
Dalam pandangan mantan Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur ini, di tengah kegandrungan para orang tua mempercayakan pendidikan formal dan karakter anaknya di pesantren, maka godaan mencari keuntungan ekonomi selalu ada.
“Namun hal tersebut jangan sampai melupakan misi utama pesantren sebagai tempat tafaqquh fiddin atau pendalaman agama Islam,” kata Hamid.
Demikian pula yang tidak boleh dilupakan dalam diri pesantren adalah sebagai lembaga yang populis. “Kalau kemudian menuruti kepentingan pasar, maka tidak ada bedanya dengan boarding school yang biayanya tidak terjangkau kalangan kelas menengah ke bawah,” urainya.
Justru dalam sejarahnya, hadirnya pesantren adalah sebagai jawaban atas minat belajar agama yang demikian tinggi di masyarakat dengan keterbatasan ekonomi yang mengitari mereka. “Sehingga pesantren benar-benar menjadi solusi dan jawaban atas semangat belajar agama yang tinggi baik santri dan orang tua dengan kondisi ekonomi yang terbatas,” ungkapnya.
Hamid juga mengingatkan, kalau kemudian pesantren mengembangkan potensi ekonomi yang ada, hendaknya juga tidak melibatkan kiai sebagai orang pertama dalam bisnis. “Cukup didelegasikan kepada pihak lain seperti ustadz atau santri senior agar bisa dikelola dengan baik,” katanya.
Memasrahkan penanganan ekonomi kepada pihak lain sebagai pilihan agar pimpinan pesantren bisa lebih fokus manajemen internal. “Juga menghindari konflik kepentingan, dan agar usaha dapat dijalankan dengan konsep yang ideal,” tandasnya.
Forum Grup Discussion dengan tema pemberdayaan ekonomi pesantren merupakan rangkaian dari Silaturahim Nasional Bu Nyai Nusantara yang digelar Pengurus Wilayah (PW) Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama Jawa Timur di Surabaya.
Kegiatan berlangsung sejak Sabtu hingga Ahad (13-14/7) dengan menghadirkan para perempuan pengasuh pesantren dan pimpinan majelis taklim yang ada di tanah air. (Ibnu Nawawi)