Daerah

Mantan Aktivis IPNU Dirikan Pesantren Anak Jalanan di Bandung

NU Online  ·  Sabtu, 23 Agustus 2014 | 06:28 WIB

Bandung, NU Online
Banyak cara yang orang lakukan untuk mengabdi di masyarakat. Aktivis muda NU, Syamsuddin, memilih aktif membina anak-anak jalanan di Masjid Syahida yang terletak di Jalan Cibiruhilir No 03-04 RT 01/RW 01 Cibiruhilir, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ia menyebut aktivitas belajar-mengajar ini “Pesantren Anak Jalanan”.
<>
Syamduddin memulai pengabdiannya itu pada tahun 2008. Sejarah pendiriannya berawal seusai ia berhasil menyelesaikan studi sarjana. Pria asal Sukabumi ini datang ke Bandung untuk melanjutkan studi pascasarjana di UIN Bandung. Sewajarnya seorang santri, Syamsudin aktif di berbagai kegiatan di Masjid Syahida.

Singkat cerita, ia kemudian dinikahkan dengan putri salah seorang pengurus masjid. Setelah menikah, sebagai mantan aktivis Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), ia merasakan kurangnya kegiatan di masjid, sehingga tergagaslah pesantren anak jalanan tersebut.

Saat ditemui NU Online sehabis acara tahlilan di masjid setempat, Kamis (21/8) malam, Syamsudin mengungkapkan maksud dari Pesantren Anak Jalanan. Menurutnya, pesantren ini adalah pesantren anak Adam jalan menuju Tuhan. Karena, pada awal-awal berdirinya, pengajian pesantren ini tidak hanya diikuti anak jalanan, tetapi juga anak-anak warga sekitar.

Selain memfasilitasi anak-anak yang pendidikan agamanya kurang, faktor lain yang mendorong pendirian pesantren ini ialah banyaknya anak jalanan yang ternyata mempunyai latar belakang pendidikan agama yang cukup baik. Hanya saja, karena hidup di terminal, mereka sering lupa dengan hal-hal yang baik. Hal itulah yang diharapkan Syamsudin, bagi mereka yang mempunyai masalah atau keluhan dapat datang ke masjid.

Pada waktu awal pendirian, kehadiran Pesantren Anak Jalanan mendapatkan respon positif dari lingkungan sekitar. Tidak heran jika saat itu ada sekitar 70 anak-anak yang mengikuti kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan setelah shalat maghrib.

Dukungan aparat desa setempat juga cukup tinggi, meskipun perhatiannya tidak berupa uang, tetapi berupa fasilitas yang diperuntukan untuk masjid. Selama ini proses belajar mengajar di pesantren ini menggunakan fasilitas masjid karena belum mempunyai gedung pembelajaran sendiri.

Saat ini, Syamsuddin mengajak 13 mahasiswa UIN Bandung untuk membantu mengajar anak-anak yang berjumlah 50 yang masih duduk di bangku SD hingga SMP. Anak-anak ini tidak dipungut biaya sepersen pun. Malahan, pada momen-momen tertentu anak-anak tersebut diajak membuat kegiatan hari besar Islam, kursus, kamping, outbond.

Seiring berjalannya waktu, Pesantren Anak Jalanan kini sudah mendapat naungan dari Lembaga Pendidikan dan Penelitian Masyarakat (LP2M) At-Tamur dan secara legalitas sudah diakui oleh Departemen Agama. Oleh sebab itu, materi yang diajarkan tidak hanya baca tulis Al-Qur’an, tetapi sudah diajarkan pula materi fiqih, hadits, tajwid, aqidah akhlak, dan lain-lain.

Harapan Syamsuddin sebenarnya tidak besar. Bagi pria yang kini dikaruniai 3 anak ini, yang penting anak didiknya dapat menuntaskan pendidikan formal sekaligus tak meningalkan belajar agama. Sekalipun mereka sekarang bandel, baginya tidaklah masalah. Karena menurutnya, ketika mereka jadi orang besar, dan mempunyai dasar agama, ada tempat untuk kembali. (Muhammad Zidni Nafi’/Mahbib)