Daerah

Lembaga Falakiyah NU Jatim Gelar Rukyatul Hilal dengan Prosedur Ketat

Sab, 18 April 2020 | 04:00 WIB

Lembaga Falakiyah NU Jatim Gelar Rukyatul Hilal dengan Prosedur Ketat

Pelaksanaan rukyatul hilal. (Foto: NU Online)

Surabaya, NU Online 
Bulan suci Ramadan 1441 Hijriah segera tiba. Berdasarkan data Pimpinan Wilayah (PW) Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) Jawa Timur bahwa kemungkinan awal bulan Ramadhan jatuh pada Jumat Kliwon bertepatan dengan 24 April 2020.
 
Hal tersebut dikarenakan ijtima’ akhir Sya’ban 1441 H jatuh pada Kamis Wage (23/4), pukul 09.28 WIB. Kalau dilihat dari lokasi rukyat bukit Condrodipo Gresik, matahari akan terbenam pada pukul 17.26 WIB. 
 
“Pada saat itu tinggi hilal mar’i atau terlihat 3 derajat 19 menit dengan lama hilal di atas ufuk 15 menit 46 detik, sehingga hilal kemungkinan bisa terlihat,” kata H Shofiyulloh, Jumat (17/4).
 
Terkait awal Ramadhan, Ketua PW LFNU Jatim ini meminta kepada segenap Nahdliyin atau warga NU dan seluruh umat Muslim di Jawa Timur untuk menunggu keputusan pemerintah. Karena sidang isbat akan dilaksanakan pada Kamis  (23/4) petang.
 
“Kami berharap umat Islam dalam mengawali Ramadan tetap menunggu keputusan pemerintah dalam sidang isbat yang didasarkan atas hasil rukyatul hilal dan hisab,” ujar Gus Shofi, sapaan akrabnya.
 
Dirinya menuturkan bahwa pada Kamis (23/4), NU Jatim akan melakukan pemantauan hilal di 17 titik di seluruh Jawa Timur. 
 
“Dan hal tersebut tentunya dengan tetap memperhatikan protokol rukyatul hilal dalam rangka memastikan permulaan puasa Ramadan tahun ini,” tuturnya.
 
Terkait protokol rukyatul hilal standar NU yang harus diperhatikan antara lain bahwa satu lokasi rukyatul hilal harus berada dalam lingkup kabupaten atau kota di mana Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama berada. Tidak dianjurkan menggelar rukyatul hilal yang bersifat lintas kabupaten atau kota. 
 
“Lokasi rukyatul hilal harus terlebih dahulu disemprot disinfektan dan setiap titik-titik cuci tangan dilengkapi sabun dan atau hand sanitizer,” tuturnya.
 
Berikutnya, jumlah petugas di lokasi tersebut maksimal sembilan orang yang terdiri atas operator instrumen, petugas sekretariat dan hakim. 
 
“Apabila rukyatul hilal diselenggarakan di lokasi yang dipakai bersama pihak lain, maka jajaran Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama harus membuka komunikasi dan melakukan penyesuaian,” ungkapnya. Sehingga memastikan jumlah maksimum petugas gabungan yang hadir di lokasi tersebut adalah sembilan orang, lanjutnya.
 
Untuk mengantisipasi, ketua tim mendata nama–nama petugas yang akan melaksanakan rukyatul hilal. Sedangkan ketentuan teknisnya dijelaskan lebih rinci.
 
“Yaitu, petugas diprioritaskan berusia di bawah 50 tahun dan dalam kondisi sehat,” katanya.
 
Berikutnya, tidak menderita penyakit penyerta yang meliputi diabetes, jantung, tekanan darah tinggi, gangguan pernafasan dan kanker.
 
Paling lambat, sepekan sebelum pelaksanaan rukyatul hilal, para petugas harus mulai mengukur suhu badannya masing–masing setiap hari dan dilaporkan kepada ketua tim dan atau Satgas NU Peduli Covid-19.
 
“Pada hari pelaksanaan rukyatul hilal, sebelum berangkat ke lokasi rukyat, maka ketua tim dan atau Satgas NU Peduli Covid-19 harus melaksanakan pengecekan kesehatan sekali lagi,” terangnya. 
 
Demikian pula, seluruh petugas yang lolos pengecekan harus mengenakan masker sejak saat berangkat ke lokasi rukyat. Dan lokasi rukyat bersifat tertutup sehingga tidak diperkenankan ada peserta yang boleh masuk. 
 
“Demikian pula lokasi rukyat dijaga oleh petugas keamanan maupun  Banser yang mengenakan masker,” jelasnya.
 
Dikemukakan pula bahwa satu orang petugas hanya menangani satu instrumen yakni satu teleskop ditangani satu orang, satu laptop ditangani oleh satu orang yang lain. 
Yang juga harus diperhatikan adalah menjaga jarak minimal 1 meter antara setiap orang dengan yang lain physical distancing dengan tidak berkerumun di setiap instrumen.
 
“Sebelum dan sesudahnya, instrumen yang digunakan untuk rukyatul hilal diusahakan dilap dengan kain yang telah dibasahi cairan sabun,” pungkasnya. 
 
 
Kontributor: Rof Maulana
Editor: Ibnu Nawawi