Daerah

Lembaga Dakwah TQN Suryalaya-Jakarta: Waspada atas Godaan Kekuasaan Spiritual

Sel, 11 Februari 2020 | 12:15 WIB

Lembaga Dakwah TQN Suryalaya-Jakarta: Waspada atas Godaan Kekuasaan Spiritual

Ratusan jamaah menghadiri majelis manaqiban Syekh Abdul Qadir Jailani yang dilaksanakan oleh Lembaga Dakwah TQN di TQN Center Masjid Al-Mubarak, Rawamangun, Jakarta Timur, Ahad (9/2).

Jakarta, NU Online
Ratusan jamaah memenuhi majelis Manaqib Syekh Abdul Qadir Jailani yang dilaksanakan oleh Lembaga Dakwah Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah (LDTQN) Pondok Pesantren Suryalaya Jakarta di TQN Center Masjid Al-Mubarak, Rawamangun, Jakarta Timur, Ahad (9/2). Ratusna jamaah memenuhi ruang utama masjid sampai ke ruang pertemuan di lantai bawah masjid.

Pada acara manaqib ini, selain dibacakan tanbih dan untaian mutiara, tawasul, dan manaqib ke-15 Syekh Abdul Qadir Jaliani, juga disampaikan khidmat ilmiah oleh wakil talqin KH Wahfiudin Sakam.  Dalam penyampaiannya, Kiai Wahfiudin Sakam menyatakan bahwa dikarenakan manusia mempunyai  ilmu dan  pengetahuan, maka manusia lebih unggul dari pada malaikat dan semua makhluk.

Manusia juga memiliki masyiah atau kehendak bebas untuk memilih (free will, freedom of choice). Selain itu, manusia memiliki hawa nafsu. Dengan tiga hal inilah manusia selalu mendapat cobaan berat. mereka digoda terus dengan dua hal utama, yaitu keabadian dan kekuasaan.

Dua godaan inilah, kata Kiai Wahfiudin, pernah menyebabkan Nabi Adam AS dan istrinya, Siti Hawa tergoda dan akhirnya terusir dari surga.

“Bukan salahnya Iblis yang menggoda Nabi Adam AS dan Siti Hawa karena sebelumnya Allah SWT sudah memberitahukan bahwa Iblis, setan itu musuh yang nyata bagi mereka berdua dan juga sudah  memberikan peringatan kepada mereka berdua untuk tidak mendekati pohon Khuldi, pohon keabadiaan yang dapat memberikan kekuasaan besar, apalagi memakan buahnya. “

Karenanya, lanjut KH Wahfiudin Sakam, kisah Nabi Adam AS dan Siti Hawa ini menjadi peringatan kepada umat Islam agar hati-hati dalam menggunakan ilmu pengetahuan, kehendak bebas untuk memilih, dan hawa nafsu. Ketiga hal ini dapat dikendalikan oleh manusia dengan berzikir. Namun, zikir yang dilakukan harus serius dengan tujuan pertama untuk takhalli, mengosongkan hawa nafsu dan  keinginan-keinginan, terutama keinginan untuk berkuasa. Jangan pernah berpikir dengan berzikir untuk menjadi wali mursyid, menjadi wakil talqin atau bahkan menjadi badal talqin.

Hati-hati dengan ini, kata Kiai Wahfiudin, karena tidak sedikit orang-orang yang mengamalkan zikir tarekat akhirnya terjerumus dan tergoda dalam keinginan untuk mencapai kekuasaan spiritual sehingga merusak tarekat itu sendiri. Sebab mereka dalam mengamalkan zikir tarekat menyertai hawa nafsu dan keinginan-keinginan untuk keabadian jabatan dan kekuasaan spiritual. Akibatnya ketika wali mursyid wafat, maka ada yang mengaku sebagai wali mursyid pengganti, ada pula yang mengangkat orang lain sebagai badal talqin.

Adanya wali mursyid itu kehendak Allah SWT, bukan kehendak manusia, Wali mursyid wafat, maka yang wafat adalah basyarnya, jasadnya. Sedangkan rohnya masih tetap hidup. Walaupun ruh wali mursyid berada di alam barzakh, tetapi atas izin Allah SWT tetap bisa bolak-balik ke alam dunia seperti kisah manaqib tentang Syekh Ahmad Kanji yang ditalqin zikir oleh Syekh Abdul Qadir Jailani. Padahal Syekh Abdul Qadir Jailani QS sudah lama wafat.

“Jadi, kita tenang-tenang saja, Abah Anom masih tetap murysid kita. Jangan sampai kita menganggap karena Abah Anom sudah meninggal maka beliau tidak efektif lagi menjadi wali mursyid sebab dengan demikian rabithah (ikatan spiritual) kita dengan Abah Anom menjadi terputus,” ujar KH Wahfiudin Sakam.
 

Kontributor: Rakhmad Zailani Kiki
Editor: Alhafiz Kurniawan