Surabaya, NU Online
Akhir-akhir ini suasana kebersamaan baik sebagai umat maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mengalami guncangan. Di sejumlah wilayah terjadi gesekan atas nama kepentingan. Bulan suci diharapkan mampu mengembalikan semangat positif ini.
<>
Penegasan ini disampaikan oleh Wakil Ketua Pengurus Wilayah Lembaga Dakwah NU (PW LDNU) Jawa Timur, KH Farmadi Hasyim saat memberikan taushiyah Ramadhan di BBS TV (25/7) petang.
Kiai Farmadi, sapaan akrabnya menandaskan bahwa tiga ukhuwah atau kebersamaan yang selama ini didengung-dengungkan para pendiri bangsa telah mengalami kemunduran yang memprihatinkan.
“Kita saksikan di sejumlah tempat terjadi pengusiran, penolakan dan pengrusakan atas nama kelompok dan kepentingan sendiri,” tandasnya.
Padahal dalam sejarahnya, Nabi Muhammad SAW telah memberikan teladan yang sangat elegan untuk menciptakan kebersamaan. Saat Fathu Makkah, dengan kapasitas tentara yang demikian mengagumkan, ternyata tidak memberikan kesempatan untuk melakukan pembumihangusan.
“Padahal kala itu beliau dan para sahabat bisa saja melakukan pembalasan atas perlakuan tidak mengenakkan yang dilakukan kaum kafir sebelumnya,” tandas mahasiswa program doktoral IAIN Sunan Ampel ini.
Demikian juga ketika membangun masyarakat, tercetus Piagam Madinah yang lebih mengedepankan kebersamaan, bukan sebaliknya. Karena lebih baik mengoptimalkan perbedaan yang ada dalam sebuah bingkai kebersamaan.
Dalam konteks keindonesiaan, para pengasan negeri ini juga telah belajar dari hal tersebut. “Lahirnya Pancasila dan juga Pembukaan UUD 1945 adalah fakta tidak terbantahkan bahwa kebersamaan harus lebih menjadi prioroitas,” tandasnya.
Demikian juga sejumlah peraturan yang mengikat kebhinekaan menjadi sebuah kebersamaan telah dicontohkan para pemimpin bangsa di awal kemerdekaan. “Sehingga bangsa ini tidak terjatuh pada sebuah pertikaian atas nama agama, suku, ras serta antar golongan,” lanjut Kepala Seksi Urusan Haji Kantor Kementerian Agama Surabaya ini.
Kalau kemudian belakangan terjadi sejumlah kejadian yang masih mempersoalkan perbedaan, maka hal itu diangap sebagai tindakan ahistoris yakni tidak membaca perjalanan bangsa ini secara utuh.
“Prestasi yang sudah dicontohkan para pendahulu hendaknya menjadi komitmen bersama bagi bangsa ini, khususnya umat Islam,” terangnya.
Komitmen ukhuwah islamiyah, insaniyah dan bashariyah ala Nahdlatul Ulama menemukan elan vitalnya dalam membangun bangsa Indonesia. “Ketiga ukhuwah itu merupakan sumbangsih terbaik dari para ulama dan masih layak untuk terus digelorakan,” imbuhnya.
Umat Islam khususnya warga dan fungsionaris NU diharapkan bisa belajar dari sejarah yang telah ada. Baginya, sangat tidak patut kalau prestasi yang telah ditorehkan para pendahulu diciderai ulah tidak bertanggungjawab sebagian kalangan.
“Kita mestinya malu kalau belum mampu mengejawantahkan ukhuwah atau kebersamaan itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” pungkasnya.
Redaktur : Mukafi Niam
Kontributor: Syaifullah
Terpopuler
1
Ketua PBNU Sebut Demo di Pati sebagai Pembangkangan Sipil, Rakyat Sudah Mengerti Politik
2
Khutbah Jumat: Refleksi Kemerdekaan, Perbaikan Spiritual dan Sosial Menuju Indonesia Emas 2045
3
Khutbah Jumat: Kemerdekaan Sejati Lahir dari Keadilan Para Pemimpin
4
Khutbah Jumat Bahasa Jawa: Wujud Syukur atas Kemerdekaan Indonesia ke-80, Meneladani Perjuangan Para Pahlawan
5
Prabowo Klaim Selamatkan Rp300 Triliun APBN, Peringatkan Risiko Indonesia Jadi Negara Gagal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Ngeusian Kamerdekaan ku Syukur jeung Nulad Sumanget Pahlawan
Terkini
Lihat Semua