Daerah

Lailatul Kopdar Ngaji Ihya’ di Kajen Sukses Digelar

Ahad, 2 Juni 2019 | 16:15 WIB

Lailatul Kopdar Ngaji Ihya’ di Kajen Sukses Digelar

Suasana Lailatul Kopdar di Kajen

Pati, NU Online
Kopi darat (kopdar) Ngaji Ihya’ Ulumuddin yang digelar Tim Aktivitas Ramadhan (TAR) kampus Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA) di Masjid Saud Sultan IPMAFA Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah, Sabtu (1/6/2019) malam berlangsung khidmat sekaligus sukses.

Acara bertema Ibadah di Era Post-Truth yang diisi KH Ulil Abshar Abdalla alias Gus Ulil ini dalam rangka jeda ngaji rutinan Ihya’ Ulumuddin juz 1 selama Ramadhan yang diampu KH Umar Faruq. Kegiatan ini sekaligus menutup ngaji rutinan bulan puasa di kampus IPMAFA menjelang lebaran.

Pengajian tersebut berlangsung kurang lebih empat jam sejak dibuka pukul 20.00 WIB. Meskipun terasa begitu singkat bagi para peserta yang hadir. Konsep pengajian bukan hanya disampaikan secara monoton melalui ceramah saja. Akan tetapi, diikuti tanya jawab dari peserta yang hadir.

Antusiasme yang tinggi ditunjukan para mustami’ (pendengar) pengajian. Terlihat dari banyaknya jumlah peserta yang hadir sekitar 150 orang. Jumlah tersebut melebihi ekspektasi panitia. Hadir dalam acara tersebut para dosen IPMAFA, antara lain Jamal Ma’mur Asmani, Umdah el-Baroroh, dan para tokoh masyarakat.

“Inisiatif panitia mendatangkan Gus Ulil karena beliau dianggap mampu mendialogkan kandungan kitab Ihya’ dengan melintasi berbagai tradisi, peradaban, dan pemikiran. Bahkan, agama. Beliau memiliki bacaan dan referensi yang sangat kaya dan variatif,” tutur Kiai Umar Faruq dalam pembukaan kopdar.

Dalam paparannya, menantu Gus Mus ini menyampaikan beberapa poin penting. Pertama, keunggulan dan keampuhan kitab Ihya’ Ulumuddin sehingga dipuji banyak ulama karena kitab Ihya’ merupakan kitab pertama yang mampu menjadikan sejalan antara ilmu thariqah dan ilmu syari’at dengan damai.

Kedua, keberhasilan Imam al-Ghozali dalam mengarang kitab Ihya’ sehingga begitu mudah diterima banyak kalangan. Di tangan Imam al-Ghazali, tasawuf yang sulit menjadi mudah dipahami. Karena Imam al-Ghazali merupakan ahli tasawuf yang memiliki nalar akademik yang kuat dan kemampuan intelektual yang dahsyat dalam pelbagai disiplin ilmu pengetahuan di mana para ulama terdahulu tidak mempunyai akademis sekuat ulama kelahiran Thus, Khurasan, Persia ini.

“Ketiga, Pentingnya ngaji Ihya’ di era sekarang. Ngaji Ihya’ relevan saat ini karena kita hidup di era orang-orang yang lebih suka menampar orang lain dari pada diri sendiri. Adanya kitab Ihya’ mengajak kita introspeksi diri. Bukan malah mudah menampar orang lain,” papar suami Ienas Tsuroiya ini.

Inti kitab Ihya’, lanjut dia, adalah kitab dengan derajat ilmu yang sangat tinggi dan ditulis untuk orang yang menjalani ilmu suluk untuk mencapai keruhanian tingkat tinggi. “Meski begitu, kita bisa memelajarinya sesuai  kapasitas kita. Minimal kita bisa menjadi جاهل ويدري انه جاهل. Atau seperti kata filsuf Jawa Ki Ageng Suryo Mentaram dadio wong sing iso rumongso. Ojo dadi wong seng rumongso iso,” tandas Gus Ulil. (Ira Wahyuningsih/Musthofa Asrori)