Daerah

Kritik Kapitalisme, PMII Soroti Eksploitasi Tubuh Perempuan

NU Online  ·  Kamis, 10 Maret 2016 | 00:02 WIB

Bandung, NU Online
Deskriminisi dan eksploitasi terhadap kaum perempuan tidak hanya selalu mengarah pada kekerasan fisik, tetapi tubuh perempuan sekarang ini dieksploitasi untuk kepentingan ekonomi bahkan politik oleh kelompok tertentu.

Hal Ini menjadi sorotan utama Seminar Nasional yang digelar oleh Lembaga Analisis dan Gerakan Perempuan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati, Kota Bandung, Jawa Barat Rabu (9/3), di Student Center kampus tersebut.

Ketua Lembaga Analisis dan Gerakan Perempuan Wulan Purnamasari mengatakan saat ini penjajahan terhadap perempuan tidak hanya berbentuk fisik, tapi bisa berupa penindasan budaya berupa produk-produk kapitalisme.

“Nilai-nilai agama di kapitalisasi, sehingga kita perlu menyadarinya. Dari sini diharapkan bisa mengubah mindset(pola pikir, red) perempuan,” kata Wulan dalam sambutannyapada seminar yang bertajuk Seks, Tubuh Perempuan dan Kapitalisme Agama dan Ekonomi-Politik.

Wulan menyoroti bahwa perempuan sudah menjadi komoditi, terutama tubuhnya, seperti model, kompetisi kecantikan, hingga masalah hijab syar’i dan lain-lain. “Dari sini fenomena ini cenderung mengarah pada kepentingan ekonomi-politik, untuk itu perlu ditinjau lagi dari perspektif nilai-nilai agama,” sorotnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Korps Perempuan PMII cabang kota Bandung Nurul Bahrul Ulum menegaskan bahwa dalam memperingati International Womens Day (Hari Perempuan Internasional) yang jatuh pada 7 Maret lalu, pihaknya mengajak para perempuan supaya menyadari saat ini kapitalisme menggiring perempuan ke arah komoditas.

“Ini menjadi momentum refleksi kita bersama bahwa diakui atau tidak realitas perempuan digiring untuk memperlancar kepentingan kapitalisme global,” ungkapnya dihadapan ratusan peserta yang mayoritas dihadiri anggota perempuan PMII.

Sementara itu, Ketua Korps Perempuan PMII UIN Sunan Gunung Djati kota Bandung Rizkiya mengamati dalam sudut pandang politik, masalah perempuan dalam keterlibatan di parlemen saat ini sampai 17 %.

Secara kualitas memang belum menyeluruh, hal ini dikarenakan partai politik hanya mengejar pemenuhan sekian persen perempuan sebagai syarat minimal, tanpa menjaring perempuan-perempuan yang berkualitas.

“Ini PR bagi perempuan untuk mendidik diri supaya perempuan bisa menjadi mujtahidah. mudah-mudah mampu menyadarkan laki-laki dan perempuan untuk menciptakan tatanan yang adil gender,” harap Rizkiya.

Seminar yang bekerja sama dengan pihak Jurnal Perempuan itu, dihadiri oleh narasumber yakni Pengurus Pusat Muslimat Hj. Musdah Mulia dan Marzuki Wahid Sekretaris Lakpesdam PBNU.(M. Zidni Nafi’/Abdullah Alawi)