KH Marzuki Dorong Para Santri dan Gus Datangi Pelosok Desa
NU Online · Rabu, 17 Februari 2016 | 04:46 WIB
Malang, NU Online
Dalam persoalan dakwah, yang menjadi masalah biasanya adalah bagaimana strategi pengenalan ajaran Islam kepada masyarakat awam yang masih lekat dengan budaya lokal. Teks-teks agama baik itu ayat Al-Quran dan Hadits maupun kitab-kitab para ulama terdahulu harus dikomunikasikan dengan kondisi kekinian. Karena teks itu diam sedangkan kondisi kian dinamis dan bermacam-macam di semua wilayah di Dunia.
Untuk itu KH Marzuki Mustamar mendorong para santri dan kiai muda untuk rajin terjun ke lapangan khususnya di daerah pelosok dan pedalaman. Karena, masyarakat pedalaman notabenenya adalah masyarakat awam yang tidak mengerti ajaran Islam atau minim pengetahuan agama. Di sisi lain mereka sangat kental dengan budaya yang mereka bentuk sendiri.
Hal demikian disampaikan kiai Marzuki ketika memberikan ceramah pengarahan pada acara Bahsul Masail Islam Nusantara yang diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Lembaga Bahsul Masail Nahdlatul Ulama (PW LBMNU) Jawa Timur bekerja sama dengan Universitas Negeri Malang pada Sabut, (13/02). Acara tersebut diselenggarakan di Aula Gedung Utama Rektorat Universitas Negeri Malang.
Kiai Marzuki menghendaki supaya para aktifis Lembaga Bahsul Masail NU dalam memutuskan hukum tidak hanya terpaku pada teks-teks fiqih, melainkan juga harus melaksanakan studi empiris di lapangan. Hal demikian supaya bisa melihat dan merasakan bagaimana sulitnya berdakwah di daerah pedalaman.
“Cobalah para santri dan Gus melakukan PPL semalam tiga bulan di Wagir. Tiga bulan di Papua atau Bali. Di mana umat Islam di sana sangat sedikit dan awam akan nilai-nilai agama. Kita akan tahu bagaimana sulitnya berdakwah di sana,” katanya.
Kiai Marzuki mengungkapkan bahwa banyak persoalan yang berkaitan dengan persinggungan antara agama dan budaya yang masih belum tercakup dalam kitab-kitab fiqih yang ada. Di sisi lain kondisi lingkungan dan budaya yang mendasari dirumuskannya kitab-kitab fiqih itu berbeda dengan kondisi lingkungan dan budaya di Indonesia. Permasalahan-permasalahan yang ditemui para penulis kitab-kitab fiqih tersebut berbeda dengan apa yang ditemui oleh para ulama Indonesia.
Hal demikian itu semualah yang menurut kiai asal Blitar ini membuat adanya perbedaan antara kitab fiqih dengan kebijakan para kiai di Nusntara.
“Banyak hal yang mungkin belum dijumpai oleh Imam Mawardi, Imam Suyuthi di daerahnya, namun dijumpai oleh kiai di Indoensia. Banyak hal yang tidak ditemukan di Timur Tengah namun terjadi di sini. Hal inilah yang membuat para kiai kita terkadang memiliki kebijakan yang tidak sama dengan ulama timur tengah,” paparnya.
“Sehingga, marilah kondisi-kondisi empiris ini harus menjadi pertimbangan. Karena di satu sisi kita tidak bisa secara seratus persen membuat mereka mengamalkan Islam, namun di sisi lain kita tetap harus mengislamkan mereka,” pungkasnya. (Ahmad Nur Kholis/Zunus)
Terpopuler
1
Isi Akhir dan Awal Tahun Baru Hijriah dengan Baca Doa Ini
2
Data Awal Muharram 1447 H, Hilal Masih di Bawah Ufuk
3
Pengumuman Hasil Seleksi Wawancara Beasiswa PBNU ke Maroko 2025, Cek di Sini
4
Trump Meradang Usai Israel-Iran Tak Gubris Seruan Gencatan Senjata
5
Menlu Iran ke Rusia, Putin Dukung Upaya Diplomasi
6
Rudal Iran Serang Pangkalan Militer Amerika Serikat di Qatar
Terkini
Lihat Semua