Blitar, NU Online
Pada saat ini Islam Nusantara sama sekali tidak ada perbedaan dengan Islam di Arab, jadi dalam hal ini bukanlah Islam yang baru, bukanlah Islam Jawa, bukan pula Islam Madura. Tetapi sama dengan apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW.Â
Hal tersebut disampaikan Gus Arda Billy dalam kajian Islam Nusantara bersama Kiai Farhan yang dihelat Lakpesdam NU Blitar dengan mengusung tema “Islam Nusantara, Harga Mati", Senin (30/7).
Menurut Kiai Milenial, sapaan Gus Arda, hanya persoalan tolok ukur hukum yang berbeda. Semisal menutup aurat tidak seharusnya dengan menggunakan pakaian yang sama dengan arab, salah satunya cadar yang dikenakan wanita tidak seharusnya menggunakan kain, tetapi dapat diganti dengan menggunakan masker, karena esensinya sama. Pula, pakaian gamis yang digunakan oleh kaum Arab ketika melaksanakan shalat, lalu apakah dengan menggunakan baju, dan sarung atau pakaian selain gamis membuat shalat kita tidak sah? Tentu tidak. Â
"Sebenarnya kembali kepada diri sendiri, mereka merasa benar sendiri. Kalau kita mengamati tentang Islam Nusantara adalah Islam yang ramah; yang oleh Mbah Hasyim di era sebelum 1330 H", ungkapnya.
Dikatakan, Islam Nusantara ber-Madzhab satu dan pendapat satu. Dalam artian Islam masuk di Nusantara berfiqh Imam Syafii, pada bidang Tauhid menganut teori dari Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi, sedangkan dalam aspek Tasawuf mengikuti faham Imam Al-Gazali dan Abu Hasan As-Syadili. Baru setelah tahun ini masuk pemikiran baru.Â
"Bahkan setelah ini mulai ada pengkafrian, pembid’ahan dan sebagainya. Berarti dakwah Islam Nusantara yang dilakukan kaum NU saat ini adalah melanjutkan apa yang sudah ada sejak dulu," tegas Kiai Milenial itu.Â
Mengenai persoalan di medsos yang banyak membuli adanya Islam Nusantara, bagi dirinya tidak lain tujuannya menghambat perkembangan Islam Nusantara. Karena mereka menilai Islam Nusantara dari kurikulum mereka sendiri.Â
Kegiatan kajian Lakpesdam kali ini memiliki perbedaan dengan kajian sebelumnya, dimana pada saat akhir acara ditutup dengan pembacaan shalawat bersama (mahallul qiyam, red). (Imam Kusnin Ahmad/Muiz)