Daerah

Idul Adha di Pondok, Santri Baru Merasa Sedih Sekaligus Senang

Ahad, 2 Agustus 2020 | 16:30 WIB

Idul Adha di Pondok, Santri Baru Merasa Sedih Sekaligus Senang

Sejumlah santri Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur nyate daging kurban. (Foto: Istimewa)

Cirebon, NU Online
Hari Raya Idul Adha 1441 H menjadi keasikan tersendiri bagi para santri baru di pondok pesantren. Meski tak bersama orang tua, mereka tetap merasa bahagia karena banyak rekan-rekan baru.


Hal demikian ini dirasakan oleh Reza Fadhilah dan Denis Endi Saputra. Santri Pondok Darul Amanah Buntet Pesantren itu merasa seru bisa berhari raya Idul Adha bersama teman-teman.


Terlebih mereka bisa menikmati sate beberapa kali dan mengolahnya sendiri bersama teman-teman.


"Lebih asik sama temen pondok. Kalau di rumah mah sedikit temennya kalau di pondok banyakan," katanya kepada NU Online pada Ahad (2/8).


Senada dengan dua rekannya, Vinatul juga merasa senang berhari raya Idul Adha bersama teman-teman pondok. Namun, ia juga mengaku sedih karena tidak bisa bertemu orang tua.


Di pondok, menurutnya, lebih ramai. Kebersamaannya dengan teman-teman dalam mengolah daging kambing menjadi sate membuatnya menjadi menyukai makanan tersebut.


"Kalau di rumah nggak nyate karena tidak ada yang suka. Tapi pas di pondok, saya jadi suka sate," ujarnya.


Bahkan, menyantap sate tiga kali selama tiga hari ini, baginya, tidak bosan. Ia juga tidak merasakan pusing meski sudah puluhan tusuk sate yang dimakannya.


Ahmad Fasya Al-Fayyadl, pengurus pondok, menyampaikan bahwa memang sengaja para santri diberi kebebasan untuk mengolahnya sendiri mengingat hari raya harus menjadi kebahagiaan mereka, terlebih mereka sedang tidak bersama keluarga.


Kebersamaan mereka dengan teman-temannya dalam mengolah daging itu juga memberikan pelajaran bagi mereka untuk berbagi peran, siapa yang memotong daging, menusukkannya ke tusuk sate, membakarnya, hingga menyiapkan bumbu kecapnya.


Di samping itu, kegiatan yang dikerjakan bersama itu juga memberikan kesan mendalam bagi mereka sehingga tidak merasa sendiri.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Syamsul ArifinÂ