Cilacap, NU OnlineÂ
Berangkat dari rasa keprihatinan melihat fenomena radikalisme yang sangat masif menyebar lewat berbagai platform media sosial, Badan Eksekusif Mahasiswa (BEM) Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Imam Ghazali (IAIIG) Kesugihan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah menggelar seminar kebangsaan, di Auditorium IAIIG, Ahad (29/7). Â
Seminar bertajuk Menelisik Akar Radikalisme Dakwah Melalui Media Serta Menanggulangi Radikalisme Agama Pada Zaman Now itu diikuti oleh ratusan peserta dari unsur pelajar, mahasiswa, IPNU-IPPNU, serta santri dari perwakilan pesantren di sekitar Kabupaten Cilacap.Â
Tiga pembicara dihadirkan untuk membahas tema tersebut, masing-masing ialah Ahmad Tohari (Sastrawan Banyumas), Nur Sayyid Santoso Kristeva (Aktivis IKA PMII) serta H Aid Mustaqim (Pengurus LTM-NU Cilacap).Â
Ahmad Tohari dalam pemaparannya mengatakan, penyebaran virus radikalisme salah satunya dipengaruhi oleh kurangnya interaksi sosial secara langsung antar sesama manusia. "Saat ini orang cenderung lebih suka berinteraksi lewat media sosial, daripada bertemu langsung," katanya.Â
Hal tersebut itulah yang menurut Ahmad Tohari menyebabkan pesan-pesan radikalisme bisa dengan mudah tersebar melaui berbagai platform media sosial.Â
"Remaja adalah sasaran empuk doktrin radikalisme, apalagi dengan kecenderungan kalangan remaja yang lebih suka mencari informasi secara instan melalui internet," tambah Aid Mustaqim.Â
Untuk mengantisipasi gerakan radikal seharusnya dakwah dilakukan dengan penuh kesadaran, yang terbangun dari pemahaman bahwa di tengah-tengah masyarakat itu terdapat kemajemukan (pluralitas). "Ketika kita berdakwah, maka kita harus menyesuaikan diri dengan audien atau masyarakat," lanjut Aid.Â
Misalnya, jika kita berdakwah di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas Islam, kita boleh sesuka hati menyampaikan dalil-dalil Islam, tetapi ketika kita berdakwah di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas non-Islam, lebih baik jika kita menyampaikan dalil yang umum.Â
Sedangkan, Nur Sayyid Santoso Kristeva lebih menyoal radikalisme dari sadut pandang sosiologis. Menurutnya, substansi radikalisme yang banyak dikaji saat ini adalah interpretasi pada Al-Qur'an yang tekstualis.Â
"Perintah jihad dalam Al-Qur'an dipahami dengan begitu sempit sebagai perintah perang mengangkat senjata. Padahal lebih dari itu, jihad paling besar adalah jihad melawan hawa nafsu dan memperbaiki diri," jelas pria yang akrab Bung Kris itu.Â
Melalui seminar tersebut diharapkan para remaja, pelajar, dan mahasiswa di Kabupaten Cilacap bisa memahami bahaya radikalisme, serta mereka bisa terhindar dan menghindari virus radikalisme. Â
"Dari kegiatan ini, kami ingin memberikan sosialisasi dan mengingatkan kepada para remaja dan mahasiswa akan bahaya radikalisme" pangkas Anisa Nurkhasanah, Gubernur BEM Fakultas Dakwah IAIIG Cilacap. (Kifayatul Ahyar/Muiz)