Semarang, NU Online
Peringatan hari wafat (haul ) almarhum KH Sholeh Darat Semarang Ke-118 dijadwalkan akan dilaksanakan pada hari Ahad, 10 Syawal 1439 H (24 Juni 2018) mendatang di komplek Pemakaman Umum Bukit Bergota Semarang.
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Semarang KH Anashom mengatakan, rangkaian kegiatan haul Ke-118 Kiai Sholeh Darat sudah dimuali sejak bulan puasa lalu. Aktivitasnya berupa pembacaan Al-Qur’an 30 juz oleh pegiat Komunitas Pecinta KH Sholeh Darat (Kopsida).
"Puncak acaranya pada 10 Syawal 1439 atau 24 Juni 2018 mendatang dipusatkan di makam mbah Sholeh darat di kawasan Bukit Bergota Semarang yang akan dihadiri ribuan umat Islam Semarang dan sekitarnya, " ujar Kiai Anashom di Semarang, Ahad (17/6).
Dijelaskan, kegiatan ini ditangani bersama oleh PCNU Kota Semarang, Pegiat Kopsida dan Jamaah Pengajian Ahad Pagi 1939 Semarang. Rangkaian acara haul akan dimulai pukul 06.00 WIB dengan agenda khataman Al- Qur’an, yang dilanjutkan dengan pembacaan tahlil dan kalimah thoyyibah yang dipimpin para ulama sepuh kota Semarang.
Walikota Semarang Hendrar Prihadi dijadwalkan akan memberikan sambutan dalam acara ini. Sedangkan taushiyah akan disampaikan Wakil Mudir Aam Idarah Aliyah (Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat ) Jamiyyah Ahlit Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (Jatman) KH Habib Umar Muthohar.
Kiai Sholeh Darat wafat pada 1903, tepatnya hari Jum’at Legi 28 Ramadhan 1312 H. Sebagian besar santri-santrinya di kemudian hari menjadi ulama-ulama besar di antaranya KH Hasyim Asyari (pendiri NU), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah ), KH Munawir (pendiri pesantren Krapyak Yogyakarta) dan kiai lainnya.
Penentuan waktu haul (10 Syawal) yang berarti bergeser 12 hari dari hari wafatnya, karena jika waktunya disamakan dengan saat wafat kyai Sholeh maka umat Islam akan kesulitan membagi waktunya, mengingat pada tanggal itu umat Islam sedang menghadapi hari raya Idul Fitri, sehingga waktunya digeser pada 10 Syawal yang sekarang dijadikan acuan waktu haul.
Menurut catatan Abdullah Salim (almarhum) yang dimuat di buku Semarang Jalan Kenangan, sepeninggal Kiai Sholeh, lembaga pendidikan berupa pesantren yang telah berhasil melahirkan ulama-ulama besar tidak ada yang melanjutkan.
Namun, meski pesantrennya telah tiada, ajaran-ajarannya dapat dinikmati oleh umat Islam di Indonesia hingga sekarang melalui peran dan pengabdian murid-murid atau santri-santrinya yang di kemudian hari menjadi ulama besar, dan memiliki santri dalam jumlah besar.
Selain itu buku-buku atau kitab-kitab karangannya tentang fiqih, tasawuf, tafsir, dan sebagainya hingga kini masih dikaji oleh umat Islam di berbagai penjuru tanah air. (Samsul/Muiz)