Daerah JIHAD PAGI

Hati-Hati, Termasuk Murtad Memanggil Orang dengan Kata Kafir

Ahad, 3 Maret 2019 | 06:00 WIB

Hati-Hati, Termasuk Murtad Memanggil Orang dengan Kata Kafir

Ustadz Rosyidi Yusuf saat mengisi Jihad Pagi

Pringsewu, NU Online
Dalam kitab Sullam Taufiq, Syaikh Nawawi Al-Bantani menyebutkan bahwa memanggil seorang Muslim dengan kata-kata : "Hai orang kafir !!", "Hai orang Yahudi !!", "Hai orang Nasrani !!", "Hai orang tak beragama !!" termasuk dalam kategori Murtad (keluar dari Islam). Perbuatan ini termasuk dalam Murtad Qauliyah.

Hal ini ditegaskan Ustadz Rosyidi Yusuf saat mengupas makna dan jenis-jenis murtad berdasarkan Kitab Sullamut Taufiq pada kegiatan Ngaji Ahad Pagi (Jihad Pagi) yang rutin dilaksanakan di aula gedung NU Kabupaten Pringsewu, Lampung, Ahad (3/3).

"Perbuatan murtad terbagi menjadi tiga hal yakni Murtad I'tiqod (keyakinan dalam hati), Murtad Fi'liyah (perbuatan), dan Murtad Qauliyah (ucapan)," jelas Alumni Pesantren Al Ihya Cilacap, Jawa Tengah ini.

Setiap pribadi Muslim lanjutnya, wajib memelihara dan menjaga keislamannya agar jangan sampai ada yang merusak, membatalkan dan memutus keislamannya. Di antaranya mencegah diri dari melakukan perbuatan yang menghantarkannya kepada kemurtadan.

Apalagi di era saat ini banyak orang yang mudah sembrono dalam berkata-kata dan berkomentar di media sosial sehingga bisa mengeluarkan dirinya dari agama Islam. Sementara dia sama sekali tidak pernah menganggap bahwa yang diucapkan itu dosa, apalagi dianggap kufur.

"Lebih-lebih di era digital saat ini banyak sekali jamaah Google-iyyah dan Youtube-iyyah yang mengaji lewat media sosial. Kita bisa dengan mudah menemukan kelompok yang gampang meng-kafir-kafirkan kelompok lain. Bukan hanya kepada yang non-Muslim tapi juga kepada sesama umat Islam," ungkapnya.

Ustadz Rosyidi pun mengajak umat Islam untuk berhati-hati mengonsumsi informasi sekaligus menjaga diri dari menggunakan jari-jemari dalam bermedia sosial untuk hal yang belum dipahami secara menyeluruh.

Saat ini menurutnya banyak yang belajar agama tanpa menggunakan guru sehingga ketika ia memiliki pemahaman yang tidak benar, tidak ada yang mengingatkan kesalahannya.

“Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya setan," ungkapnya mengutip Al-Imam Abu Yazid Al-Bustami dalam Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203. (Muhammad Faizin)