Daerah

Hari-hari Terakhir Kepergian KH Mabarun Bantul

NU Online  ·  Sabtu, 12 Januari 2013 | 14:32 WIB

Yogyakarta, NU Online
Senin, 7 Januari 2013 yang lalu, duka menyelimuti segenap elemen pesantren dan Nahdliyyin di Yogyakarta dengan kepergian KH Mabarun (Pengasuh pesantren Al-Fataa, Krajan Bantul, Yogyakarta), menghadap Sang Khaliq. 
<>
Didampingi istri dan putra-putrinya, ulama yang dikenal humoris itu menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati, Bantul pada pukul 11.45 WIB. 

Menurut keterangan Dina Muthaharoh, seorang perawat di rumah sakit tersebut, Almarhum sudah sering keluar-masuk rumah sakit sejak awal tahun 2012. Kala itu ia didiagnosa menderita PPOK (penyakit paru-paru obstruktif kronis). Ia pun kerap harus menjalani opname karena sering mengalami serangan sesak nafas berat. 

Sebenarnya, Kiai Mabarun sudah mempunyai alat oksigenasi dan alat nebula khusus untuk mengurangi sesak nafas tersebut, tapi sayang alat-alat itu tidak banyak membantu.

Menjelang akhir tahun 2012, intensitasnya keluar-masuk rumah sakit menjadi semakin sering. Bahkan bisa dibilang jika rumah sakit adalah rumah keduanya. Pada masa-masa inilah keluhan yang semula hanya berupa serangan sesak nafas berkembang dan meningkat dalam bentuk nyeri perut, mual-mual dan sebah. Setelah diperiksa lebih teliti, diduga terdapat gejala infeksi hati.

Keluhan ini pun semakin sering dirasakan seiring dengan kondisi tubuh yang terus melemah serta ingatan yang sudah mulai memudar. Dan setelah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) perut atau abdomen oleh tim dokter RSUD Panembahan Senopati, muncullah kecurigaan adanya obstruksi bilier atau penyumbatan saluran empedu. Hal ini kemudian mendorong tim medis untuk melakukan CT scan dan hasilnya memang ditemukan radang pankreas dan penyumbatan saluran empedu.

Dokter spesialis penyakit dalam di RSUD Panembahan Senopati, dr. Waisul Choroni, Sp.PD, menyarankan dilakukan pemeriksaan kepada dokter spesialis endokrin. Empat hari sejak diizinkan pulang oleh dr. Waisul, Almarhum menjalani pemeriksaan yang dilakukan oleh dr. Maryoto. Selepas menjalani pemeriksaan tersebut, ia kembali merasakan keluhan yang semakin memberat dan meminta agar kembali dirawat di RSUD Panembahan Senopati. 

Setelah diperiksa, angka infeksi hatinya mencapai sekitar 25000 dari ambang normal antara 5000 s/d 10000. Penanganan dengan antibiotik dan vitamin paten sudah diberikan, namun takdir berkata lain. Kendati pada hari Ahad siang masih bisa menikmati makan dan minum—walau sedikit—serta masih bisa duduk, malam harinya kondisinya terus menurun hingga akhirnya masuk dalam status koma.

Dina menambahkan bahwa dalam tiga kali terakhir opname Kiai di RSUD Panembahan Senopati, tensi darah Almarhum selalu rendah hingga harus mengkonsumsi obat untuk menaikkan tensi. Pada opname terakhir, obat pemacu tensi sudah sampai pada dosis tertinggi, dan mampu bertahan selama seminggu dengan tensi stabil 100/50mmhg. 

Selamat jalan wahai pewaris kekasih Allah. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Semoga Allah memasukkanmu ke dalam golongan hamba-hamba terkasih-Nya, ke dalam surga-Nya. Amin. Al-Fatihah.


Redaktur   : Mukafi Niam
Kontributor: M Yusuf AnasÂ