Daerah

Guru Besar IPB: Keluarga, Institusi Pertama Pencegahan Kekerasan Seksual

Sen, 2 Agustus 2021 | 13:30 WIB

Guru Besar IPB: Keluarga, Institusi Pertama Pencegahan Kekerasan Seksual

Ilustrasi keluarga. (Foto: Dok. NU Online)

Jakarta, NU Online 
Guru Besar Bidang Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga Institut Pertanian Bogor (IPB) Euis Sunarti mengatakan, keluarga merupakan institusi pertama dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak.


Hal tersebut dikatakan Euis dalam galawicara ‘Menggali Pokok Pikiran tentang Tindak Pidana Kejahatan Seksual dari Perspektif Multidisiplin’ yang diselenggarakan MUI secara daring, Senin (2/8).


“Untuk bisa mencegahnya, ada beberapa prasyarat yang wajib dikehendaki dan dilindungi agar tidak terjadi pelemahan atau pengubahan nilai-nilai fungsional dalam keluarga. Urgensinya bahwa keluarga hendaknya jadi basis pengembangan aturan dan perundang-undangan,” ujarnya. 


Dikatakan pula, setiap kebijakan pembangunan pada akhirnya untuk keluarga, eksplisit maupun implisit. Sehingga keluarga hendaknya menjadi basis kebijakan. Karena, berkeluarga merupakan bentuk kehidupan yang diinginkan mayoritas manusia, pasangan lelaki dan perempuan.


“Memang mayoritas manusia tidak ingin berkeluarga. Tidak semua pasangan lelaki dan perempuan juga ingin berkeluarga. Tapi mayoritas masih menghendaki itu,” katanya lagi.


Ia menyatakan, keluarga merupakan institusi pertama yang menentukan pembangunan individu berkualitas. Sehingga aspek-aspek kualitas, dimensi-dimensi kehidupan, termasuk aspek seksualitas yang tercakup di dalamnya, tentu berkaitan dengan keluarga sebagai institusi utama penentu pembangunan akhlak, adab, dan karakter individu.


“Semua itu pada dasarnya ada di keluarga, walaupun tentunya ada institusi yang lain,” ucap perempuan kelahiran Bandung itu. 


Dijelaskan juga, peran suami maupun istri dalam mewujudkan keberadaban berkeluarga mempunyai pengaruh sangat besar menjadi pondasi atau benteng ketahanan dalam berkeluarga. Sebab, keluarga punya kemampuan untuk mengelola itu semua dengan dukungan kebijakan dan peraturan. 


“Nah, itu kemudian menjadi alasan kenapa narasi urgensi ketahan keluarga menjadi penting, khususnya aspek-aspek yang berhubungan dengan relasi intim yang menjadi konsen kami para ahli keluarga,” jelas pemerhati Ketahanan Kesejahteraan Pemberdayaan Keluarga itu. 


Oleh karena itu, ia menegaskan urgensi dasar spesifik pengaturan kejahatan seksual jika dinilai dari magnitude kejahatan sosial di kalangan masyarakat, upaya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) menjadi sangat penting. Pasalnya, RUU-PKS sendiri telah masuk Prolegnas prioritas tahun 2016. Namun, gagal disahkan hingga saat ini. 


“Akhirnya, anak-anak korban kekerasan seksual banyak yang dinikahkan tanpa peradilan yang kemudian memunculkan masalah baru, yaitu perceraian anak," pungkasnya. 


Kontributor: Syifa Arrahmah 
Editor: Musthofa Asrori